Namun, argumen ini adalah dikotomi yang salah menurut hemat saya. Mendukung mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri dan berinvestasi dalam pendidikan dalam negeri bukanlah hal yang saling eksklusif; sebaliknya, keduanya dapat saling melengkapi.
Pemerintah tetap bisa membenahi universitas dalam negeri sambil mendukung para pelajar Indonesia yang hendak berkarya dan melanjutkan studi di luar negeri.
Baca Juga:
Ribuan UMKM Bali Dapat Pelatihan AI, Telkom: Siap Hadapi Pasar Dunia
Perguruan tinggi merupakan tempat bagi pelajar untuk menguatkan, membangun, dan memperluas kemampuan intelektual serta membangun koneksi yang kuat sebagai penunjang karir masa depan.
Tidak salah jika tokoh-tokoh seperti Sundar Pichai, Satya Nadella, Indra Nooyi atau Laxman Narasimhan dapat meraih posisi teratas dalam perusahaan top dunia, karena mereka sudah membangun network mereka sejak dini di universitas ternama dunia juga.
Pertanyaannya: mau menunggu sampai kapan lagi bagi Indonesia untuk menciptakan Sundar Pichai atau Indra Nooyi versi kita sendiri?
Baca Juga:
Hadiri Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 di Belgia, Dewan Pers Sebut AI Peluang Sekaligus Ancaman
Kristi Ardiana Mahasiswa Pascasarjana di Harvard Graduate School of Education, Pendiri Indonesia Institute for Education Transformation (IIET)
Artikel ini sudah tayang di Detik News: news.detik.com/kolom/d-7703296/ceo-google-dan-microsoft-asal-indonesia-mungkinkah
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.