Adapun porsi terbesar pengguna internet tersebut terserap dalam bentuk media sosial sebesar 92 persen dengan intensitas penggunaan untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi sebesar 90 persen.
Artinya, setiap individu di Indonesia kurang lebih memiliki dua aplikasi media sosial di setiap perangkat.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Kelas menengah jelas merupakan segmentasi terbesar dari pengguna internet karena mereka selalu ingin tersambung dengan berbagai macam media sosial.
Kecenderungan yang terjadi dalam Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 adalah media sosial memiliki peranan penting dalam membentuk preferensi politik masyarakat.
Polarisasi dukungan yang terjadi di dunia nyata adalah hasil akumulasi perang siber yang berlangsung di dunia maya.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Bahkan, kedua pemilu itu disebut sebagai salah satu momentum keterbelahan publik karena ramainya perang siber di media sosial antarpendukung dengan memanfaatkan berbagai macam isu politik.
Penetrasi media sosial juga begitu kentara saat Pilkada Jakarta 2017, kita melihat perang narasi media sosial saat itu di dominasi oleh narasi polarisasi identitas yang dimainkan oleh buzzer (pendengung) ataupun influencer.
Percakapan tersebut dengan cepat mempengaruhi preferensi politik warga Jakarta, bahkan memicu terjadinya mobilisasi aksi massa.