Pengawasan media sosial dalam Pemilu 2024 harus dimulai dari edukasi digital dan pendidikan politik yang masif.
Sebab, kesadaran politik publik adalah kunci untuk meretas ancaman hoaks, perundungan siber (cyber bullying), dan ujaran kebencian (hate speech) di media sosial.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Selanjutnya, penyelenggara pemilu harus memperketat regulasi pengawasan kampanye digital, baik dari akun-akun media sosial yang didaftarkan oleh kandidat hingga narasi-narasi politik yang dimunculkan pendukung salah satu kandidat dalam pemilu.
Mekanisme sanksi tegas dalam bentuk kebijakan pengurangan jumlah suara hingga pembatalan proses pencalonan harus diberlakukan oleh penyelenggara pemilu jika terdapat kandidat ataupun pendukungnya yang melanggar.
Selain itu, penyelenggara pemilu harus membangun kolaborasi yang intens dengan platform media sosial, baik facebook, twitter, maupun platform lainnya, untuk memberikan sanksi tegas terhadap akun-akun yang berpotensi memunculkan narasi politik pemecah belah.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Kehendak untuk menciptakan ruang publik yang sehat perlu menjadi kesadaran dan komitmen bersama dari para pemangku kepentingan pemilu.
Komitmen tersebut harus diejawantahkan ke dalam kebijakan pengawasan digital yang ketat dan terintegrasi.
Sebab, menciptakan ruang digital yang sehat saat ini menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan kualitas demokrasi di Indonesia. (Yayan Hidayat, Direktur Eksekutif The Strategic Research and Consulting - TSRC)-dhn