Tingkat ketergantungan rasionalitas publik terhadap peran buzzer ataupun influencer sangat besar seiring pesatnya perkembangan internet di Indonesia.
Beberapa warganet bahkan menganggap informasi yang disampaikan buzzer adalah valid, kredibel, dan menjadi perbincangan hangat di dunia nyata.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Apalagi, preferensi warganet Indonesia masih berkarakter bounded rationality, yakni preferensi politik yang terbentuk karena keterbatasan akses yang dimiliki untuk memperoleh informasi.
Kondisi itu membuat pembentukan preferensi politik warganet menjadi instan dan pragmatis, lebih cepat mempercayai informasi tanpa melakukan verifikasi kebenaran terlebih dahulu.
Pemilu 2024 kemungkinan hampir sama dengan pemilu sebelumnya.
Baca Juga:
KPU Labura Verifikasi Berkas Calon Bupati dan Wakil Bupati di Rantau Prapat: Pastikan Dokumen Sah
Media sosial tetap menjadi salah satu sarana untuk mempengaruhi preferensi politik warga.
Apalagi, jumlah pengguna media sosial pada 2024 diperkirakan mencapai angka 200 juta penduduk seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Hal ini menjadi peluang sekaligus ancaman bagi kualitas Pemilu 2024.