Kedua pada level kelompok di OKI, Indonesia memiliki peran dan jejak yang kuat dalam mendorong dialog dan perdamaian dengan mendirikan Contact Group on Peace and Dialogue (CGPD) sejak 2019.
Pada awalnya, CGPD ini dimaksudkan sebagai terobosan untuk membangun strategi solusi, atas masalah yang dihadapi negara-negara dunia Islam.
Baca Juga:
Ketua DPRD Kabupaten OKI, Andriyanto: HUT RI Makna Berkorban demi Bangsa
Namun, pada perkembangannya, ketika terjadi serangan teror terhadap masjid di Christchurch, Selandia Baru (2019), CGPD mendapat mandat untuk menguatkan upaya pencegahan diskriminasi agama, Islamofobia, intoleransi, dan kebencian terhadap umat Muslim.
Melalui wasilah CGPD pula, RI mendorong OKI bekerja sama dengan PBB dan Uni Eropa dalam pemantauan dan pelaksanaan dialog konstruktif terhadap isu Islamofobia.
Melalui CGPD ini, prinsip Islam moderat pada kepemimpinan RI diuji.
Baca Juga:
Pertemuan ke-3 SOM Komite Perundingan Perdagangan TPS-OIC: Indonesia Sampaikan Komitmen Selesaikan Proses Ratifikasi
CGPD dengan cepat berkembang menjadi forum anggota OKI untuk membahas isu-isu nontradisional yang sulit mendapatkan tempat pada struktur formal OKI, dan menjadi forum pertemuan negara anggota OKI, untuk mencari titik temu pada isu sensitif tanpa hambatan politis.
Hasilnya, Indonesia berhasil memasukkan prinsip Islam moderat melalui dokumen keluaran CGPD yang disebut Plan of Action on Islamophobia, Religious Discrimination, Intolerance and Hatred Towards Muslims 2020-2023, yang kini menjadi patokan seluruh dunia.
Ketiga, pada level struktur kelembagaan, OKI memiliki badan subsider yang mengemban tugas menjadi think-tank rujukan fikih (yurisprudensi Islam), bagi komunitas-komunitas muslim di dunia, yaitu International Islamic Fiqh Academy (IIFA).