Dewan IIFA mewadahi 57 ulama wakil dari negara OKI merupakan organisasi fikih terbesar di dunia, yang secara periodik menyelenggarakan seminar mengenai fatwa dan pandangan terhadap isu-isu terkini, menerbitkan jurnal dan publikasi, serta proyek ilmiah seperti ensiklopedia hukum Islam.
Menariknya, IIFA tidak hanya berkutat pada kaidah fikih klasik, tetapi juga berperan strategis dalam penentuan kaidah fikih kontemporer, seperti zakat untuk pengungsi (UNHCR), pemberantasan terorisme dan ekstremisme, persaudaraan Sunni-Syiah, vaksin Covid-19, dan etika medis (transplantasi organ, kematian otak, dan puasa untuk orang diabetes).
Baca Juga:
Ketua DPRD Kabupaten OKI, Andriyanto: HUT RI Makna Berkorban demi Bangsa
Sayangnya, sudah dua dekade, RI tidak memiliki wakil pada Dewan IIFA.
Pada 1983, Indonesia sangat aktif di Dewan IIFA dengan wakil Dr Ahmad Azhar Basyir (pernah menjabat Ketum PP Muhammadiyah 1990-1995), lalu dilanjutkan Satria Effendi (1996-2000).
Padahal, kehadiran wakil Indonesia pada Dewan IIFA sangat bernilai strategis, mengingat dapat mewakili khazanah pemikiran mazhab Syafii dan Muslim Nusantara.
Baca Juga:
Pertemuan ke-3 SOM Komite Perundingan Perdagangan TPS-OIC: Indonesia Sampaikan Komitmen Selesaikan Proses Ratifikasi
Yang tidak kalah penting, keaktifan kembali RI pada Dewan IIFA bernilai strategis, untuk mewarnai pemikiran negara anggota OKI dengan Islam moderat ala Indonesia, sekaligus menjadi lokomotif pemikiran fikih perihal instrumen keagamaan kontemporer, seperti Badan Wakaf, Gerakan Wakaf Uang, dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sebagai sovereign welfare fund.
What"s Next?