Meski demikian, tiga tahun ke depan akan tetap jadi sebuah perjalanan sulit bagi Jokowi-Amin.
Jokowi akan tetap menghadapi situasi atau tantangan khas pada periode kedua kepresidenan.
Baca Juga:
ReJO Minta Stop Goreng Isu Pesawat Pribadi Kaesang Saat ke AS
Nelson (1998) menyebut setidaknya ada tiga faktor yang menghambat petahana bisa lebih berhasil dibandingkan periode pertamanya: warisan masalah dan atau kebijakan pada periode pertama, ketiadaan ”bulan madu” (dengan media dan publik) dan situasi lame duck government.
Berdasarkan kajiannya secara historis dalam kasus kepresidenan di AS, Crockett (2008) mengidentifikasi empat faktor: keangkuhan setelah terpilih, kepenatan personel terutama ketika sekali dihadapkan pada tuntutan pencapaian lebih baik lagi dari periode pertama, ”empty campaign”, dan juga kegagalan kepemimpinan yang antara lain juga bersumber dari sikap politik pada periode pertama.
Dari konteks tiga tahun terakhir periode kedua Jokowi, tantangan terbesarnya adalah menghadapi situasi lame duck president.
Baca Juga:
Murka di Hadapan Rocky Gerung, Inilah Profil Silfester Matutina
Menyitir Jhonson (1986), ada berbagai situasi yang dilekatkan dengan istilah ini (lame duck president).
Mulanya, istilah ini merujuk pada masa transisi ketika petahana kalah di pemilu, tapi masih tetap menjabat hingga presiden terpilih dilantik.
Istilah ini juga dinisbahkan pada masa transisi ketika petahana presiden mengumumkan diri tak mencalonkan lagi untuk periode berikut atau juga tak bisa mencalonkan kembali.