Chaisty dkk (2012) memilah perangkat eksekutif ini dalam lima kategori: kekuasaan agenda politik (kekuasaan legislatif yang diberikan kepada presiden, dekrit), otoritas anggaran (kontrol terhadap belanja publik), manajemen kabinet (pendistribusian kursi menteri), kekuasaan partisan (pengaruh presiden terhadap satu atau lebih partai koalisi), dan institusi informal (kategori lain sesuai konteks tiap negara).
Namun, transfer politik saja tak cukup.
Baca Juga:
ReJO Minta Stop Goreng Isu Pesawat Pribadi Kaesang Saat ke AS
Jokowi menginsyafi tak mungkin mencapai semua janji politiknya.
Karena itu, ia merelakan sebagian agar kebijakan prioritasnya tetap berjalan.
Dipahami secara berbeda, bisa juga pada periode kedua ini Jokowi lebih ”memanjakan” preferensi politiknya yang berorientasi pada ekonomi dan stabilitas politik meski harus dibayar dengan persepsi kemunduran demokrasi secara umum, terutama di kalangan aktivis HAM dan demokrasi.
Baca Juga:
Murka di Hadapan Rocky Gerung, Inilah Profil Silfester Matutina
Manuver pertamanya yang signifikan dari pemahaman seperti itu adalah dengan melibatkan Prabowo Subianto sebagai anggota kabinetnya.
Jokowi memahami sikap politiknya ini akan membuat sebagian pemilihnya uring-uringan.
Ia pun memahami para pemilih Prabowo belum tentu berpaling jadi pendukung pemerintah.