Belakangan, istilah ini bahkan dipakai untuk seluruh periode kedua kepresidenan Ronald Reagan.
Dalam kasus Jokowi, terminologi ini merujuk pada kondisi ketika parpol, parlemen, media, (sebagian) anggota kabinet, hingga staf pendukung kepresidenan sudah lebih sibuk dengan urusan Pilpres 2024.
Baca Juga:
ReJO Minta Stop Goreng Isu Pesawat Pribadi Kaesang Saat ke AS
Ini semacam situasi ”pemilu yang kepagian”.
Di satu sisi, orientasi pada pemilu berikutnya hal lumrah dan karena itu tak terelak.
Namun, situasi ini akan jadi batu sandungan bagi pemerintahan Jokowi manakala bertemu tiga kondisi, yaitu koalisi pendukungnya retak atau disiplin koalisinya mengendur, anggota kabinetnya sibuk bermanuver, dan staf pendukungnya sudah siap-siap cari ”perahu” berikutnya.
Baca Juga:
Murka di Hadapan Rocky Gerung, Inilah Profil Silfester Matutina
Dampak ”pemilu kepagian” tak dapat ditolak, tapi bukan berarti tak bisa dimitigasi.
Caranya, pertama, menata ulang dari sisi personel.
Menilik tingkat kepuasan yang cenderung menurun, Jokowi bisa memainkan kartu perombakan kabinet.