Fakta itu jualah yang kemudian menjelmakannya menjadi ibarat Dewabrata, nama Bisma di masa muda, yang bermakna “disukai para dewa”.
Di setiap jenjang karir, seperti juga para pejabat lainnya, Risma pun --tentu saja-- selalu mengawalinya dengan sumpah, janji, atau sumpah janji.
Baca Juga:
Siswa Dibully hingga Masuk RS, SMK Gorontalo Sebut Tak Ada Perundungan
Entah sudah berapa kali ia mengucap sumpah jabatan, sejak menjadi Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya pada tahun 1997, hingga didapuk sebagai Menteri Sosial di tahun 2020.
Dan, selama itu pulalah telunjuk Risma lurus menunjuk, matanya mendelik tajam menerpa, dan suaranya meraung membuat setiap telinga berdengung, demi menjaga setiap larik dari janji sucinya tadi.
Menjaga sumpah dengan serapah, mengawal janji lewat caci maki, sepertinya sudah melekat dalam dirinya.
Baca Juga:
Buletin Dakwah HTI Disita Densus 88 dari Terduga Teroris Gorontalo
Namun, tentu saja, bila bicara pada hasil, tentunya itu lebih baik ketimbang melanggar sumpah dengan pepatah, atau mencederai janji lewat aksi simpatik.
Sampai di titik ini, tiba-tiba saja saya terhenyak, bukankah gaya Risma itu menyerupai makna lain dari kata Bhisma, yakni “yang sumpahnya dahsyat atau hebat”?
Entahlah.