Hal tersebut dianggap penting karena akan membantu mengarahkan politikus melihat jabatan politik sebagai panggilan jiwa untuk berbakti, bukannya sebagai posisi yang diperoleh dan dijalankan dengan mengorbankan etika dan substansi politik, yaitu kepentingan rakyat.
Etika dan politik berkorelasi secara komplementaris dan bergerak dalam dimensi yang sama.
Baca Juga:
Anggota DPD RI Komeng, Sebut Prabowo Betul-betul Ingin Menyatukan Semua Pihak
Politik tidak dapat berjalan dengan sukses tanpa etika.
Mereka adalah mata dari wajah yang sama.
Karena itu, ketika salah satunya hilang, visi menjadi tidak lengkap, tidak bisa melihat cakrawala, menyebabkan badan politik tersandung dan kehilangan kredibilitas warga.
Baca Juga:
Survei: Mayoritas Konsumen Indonesia Pilih Merek Berdasarkan Sikap Politik
Karena itu, ketika di beberapa negara berkembang, praksis politik telah dan akan terus berpotensi menciptakan skandal publik, perlu dilakukan penyelamatan terhadap nilai-nilai etika.
Lebih dari itu, perlu dilakukan berbagai terobosan agar ketika menduduki posisi strategis dalam lembaga publik, politikus sadar bahwa kegiatan lembaga publik itu memiliki dimensi etis sejauh mereka memengaruhi orang secara baik dan melayani pembangunan manusia secara integral.
Kualitas publik lembaga politik akan tercipta jika yang ”mengadministrasi”-kannya memiliki perilaku etis: jujur, obyektif. dan transparan dalam pengelolaan urusan publik.