Nasib Bangsa Melayu Rempang sungguh tak menentu. Sepertinya, mereka itu penduduk haram Indonesia yang harus keluar dari tanah leluhurnya. Bayangkan, sejak tahun 1834 mereka sudah jadi penjaga turun-temurun tanah Rempang.
Suatu hunian dusun tua, dengan adat dan budaya Melayu yang hampir punah bukan dilahap rayap, tetapi keserakahan manusia atas nama pembangunan dan modernisasi bangsa, menuju Indonesia Emas 2045. Ternyata bukan emas, namun loyang.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Selama ini, pembangunan ditujukan untuk kepentingan manusia, tetapi di negeri ini, pembangunan ditujukan untuk menggusur manusia dari habitatnya. Apakah itu sesuai dengan nilai Pancasila “Kemanusiaan yang Adil dan beradab”? Mari, tanyakan pada penduduk Melayu Rempang.
Pemerintah, persisnya para penyelenggara negara, mengalami suatu situasi ketidakseimbangan dalam menyelenggarakan tugasnya. Takut, tidak masuk dalam “gerbong lokomotif” Presiden Jokowi. Pola dikotomi politik yang tercipta saat ini, menyebabkan para ketua partai politik–yang merangkap sebagai penyelenggara negara–mesti jelas menunjukkan loyalitas tegak lurus kepada Presiden Jokowi.
Lain pihak, isu “perubahan” versus “melanjutkan”, menyebabkan para penyelenggara negara dalam beberapa bulan belakangan ini tak nyaman. Bagi yang komitmen pada “perubahan”, tidak nyaman lantaran diganggu terus. Bagi yang ingin “melanjutkan”, juga tak nyaman dan akan terjun bebas, bahkan akan menghadapi pengadilan rakyat jika “perubahan” yang menang.
Baca Juga:
Pramuka Sergai Siap Hadapi Tantangan Zaman, Bupati Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
Isu “melanjutkan” ditengah masyarakat dimaknai dengan tetap melanjutkan kepentingan oligarki, dan tergantung negara asing (China), menyuburkan peng-peng (pengusaha-penguasa), dan hobi berutang.
Sedangkan, isu “perubahan” mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, meneruskan yang bagus, dan menghentikan yang tidak bermanfaat bagi rakyat.
Kasus Melayu Rempang, adalah suatu contoh mutakhir dari kepanikan penyelenggara negara saat ini, instrumen yang digunakan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN), yang dibungkus dengan payung hukum melalui Perpres. Sedangkan, untuk penyelenggara negara diperintah dengan instrumen Instruksi Presiden (Inpres) tentang Percepatan PSN.