Pertanyaan mendasar, apakah investasi untuk pengembangan wilayah harus menggeser atau merelokasi penduduk adat yang sudah ratusan tahun ada menjadi bangsa di situ? Jika ada dana untuk membangun rumah, mengapa tidak dipercantik saja rumah-rumah orang Melayu Rempang dengan tetap menjaga arsitektur bangunan yang ada? Apa tak mungkin memadukan dan kolaborasi dunia industri dengan masyarakat lokal, sebagai bukti nyata bahwa investasi tak mesti dengan menggusur.
Keempat, Lahadalia mengungkapkan, bahwa masyarakat hanya digeser tempat tinggalnya saja, dan masih di Pulau Rempang. Maka, dijanjikan lokasi Tanjung Banon dengan luas lahan 500 meter persegi dan rumah tipe 45 seharga Rp120 juta dan dana Rp1,2 juta per orang untuk sewa rumah sementara, serta Rp1,2 juta untuk biaya hidup, seperti makan untuk 900 keluarga.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Perlu dilakukan konfirmasi, apa benar wangsa Melayu di pulau Rempang ini, berkenan digeser ke Tanjung Banon, dengan tidak perlu janji muluk-muluk; diberikan saja mereka modal kerja; perahu nelayan yang modern. Orang Melayu itu tidak antimodernitas, tetapi hanya lantaran kemiskinanlah yang sebabkan mereka tak mampu mengikuti modernisasi.
Kelima, masyarakat Rempang juga meminta supaya tak hanya dijadikan objek relokasi, melainkan turut disertakan menjadi pengusaha di tempat PSN ini. Bahlil pun, menyanggupi dengan memastikan mereka terlibat.
Tak mudah menjadi pengusaha. Modal dari mana?. Akhirnya, yang jadi pengusaha dari luar Pulau Rempang dengan menggunakan nama penduduk setempat.
Baca Juga:
Pramuka Sergai Siap Hadapi Tantangan Zaman, Bupati Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
Sebaiknya, dinegosiasikan dengan investornya, supaya dilepas saham misalnya 5-10 persen–atau berapapun yang wajar–diberikan kepada kepala keluarga penduduk asli Pulau Rempang, sehingga, mereka juga turut menikmati profit perusahaan. Dengan catatan, saham ini tidak boleh diperjualbelikan.
Kesimpulan
Sepertinya, menjelang akhir kekuasaan pemerintah sekarang ini, sulit menemukan legasi yang membuat rakyat senang. Kasus Pulau Rempang ini tidak perlu terjadi, jika penyelenggara negara menggunakan “sedikit saja” hati nurani.