Persoalan rencana penggusuran orang Melayu Rempang hangat dibicarakan pada level pusat. Presiden Jokowi mengatakan, itu hanya persoalan komunikasi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan, bangsa Melayu Rempang bukan digusur, “hanya” dimintakan untuk mengosongkan diri dari Pulau Rempang dengan pindah ke tempat lain yang lebih baik di Pulau Galang. Mereka, diberikan lahan seluas 500 meter persegi dengan rumah tipe 45. Tetapi, kelihatannya, orang Melayu Rempang sudah tak percaya lagi dengan janji-janji pemerintah.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Lima Solusi Bahlil
Pada kesempatan konferensi pers, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, di kantornya, Jakarta, Senin (25/9/2023), memastikan tiada limit waktu batas relokasi orang Melayu Rempang–bukan pada tanggal 28 September 2023 seperti yang berkembang di masyarakat, yaitu batas relokasi Melayu Rempang yang ditetapkan BP Batam. Bahlil harapkan masyarakat tenang.
Ada lima janji menteri “heroik” ini kepada masyarakat Melayu Rempang pertama, mereka sedikit digeser dari tempat tinggal sekarang, ke Tanjung Banon, yaitu masih di Pulau Rempang juga, hanya 3 kilometer.
Baca Juga:
Pramuka Sergai Siap Hadapi Tantangan Zaman, Bupati Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
Lantas, apa perbedaan digeser dengan relokasi atau pengosongan? Jika, hanya berjarak 3 kilometer pergeserannya, apa urgensinya pergeseran itu? Mengapa tidak dibiarkan saja di tempat yang sekarang? Tidak ada kejelasan dari Bung Bahlil soal ini.
Kedua, masyarakat Melayu Pulau Rempang yang terdampak relokasi juga tidak menginginkan kuburan leluhur dipindahkan. Seakan, Bahlil Lahadalia tak mau kalah “set”, ia pun, mengaku setuju soal kuburan leluhur ini, bahwa kuburan para leluhur masyarakat Rempang dapat dipugarkan supaya mereka tetap dapat ziarah. Soal kuburan ini juga, perlu dipastikan, apakah diperbolehkan untuk menguburkan jenazah penduduk Melayu Rempang yang pindah ke Tanjung Banon? Karena, yang hidup saja digeser, apalagi yang sudah wafat.
Ketiga, kata Bahlil Lahadalia, masyarakat Rempang sangat menerima investasi untuk pengembangan wilayahnya, maka ia janjikan, supaya hak-hak masyarakat terpenuhi ketika digeser ke Tanjung Banon. Beberapa diantaranya, diberi kompensasi rumah dan lahan hingga biaya sewa selama rumah dan lahan mereka dibangun di Tanjung Banon.