Jangan sampai dengan kewenangan yang amat besar, penyelidik dan penyidik Polri dibiarkan dalam keadaan gaji dan tunjangan pas-pasan, padahal godaan terhadap integritas personel untuk memperoleh ”pendapatan” dari kasus yang ditangani sangatlah besar.
Kedua, perlunya peningkatan digitalisasi dan transparansi penyidikan. Meskipun secara hukum penyelidikan dan penyidikan bersifat tertutup (opsporing), ide untuk melakukan digitalisasi dan transparansi penyidikan setidak-tidaknya dapat mengurangi potensi telantarnya penanganan suatu perkara karena sewaktu-waktu dapat di-trace oleh para pihak beperkara.
Baca Juga:
Putra Kelahiran Serui, Irjen Pol Alfred Papare Menjadi Kapolda Papua Tengah
Selain itu, hal ini dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan dalam melakukan upaya paksa, misalnya penangguhan penahanan tersangka dengan jaminan uang untuk tindak pidana tertentu yang dapat dikelola untuk mencegah dijadikannya penahanan sebagai ”komoditas” oknum yang merugikan citra Polri.
Selanjutnya, yang ketiga dan tidak kalah penting adalah evaluasi porsi anggaran penyelidikan/penyidikan Polri.
Rencana peningkatan anggaran penyelidikan/penyidikan Polri dari Rp 4,52 triliun pada 2021 menjadi Rp 5,29 triliun ternyata hanya 4,77 persen dari seluruh rencana anggaran Polri di tahun 2022, yaitu Rp 111,02 triliun.
Baca Juga:
Komjen Ahmad Dofiri Resmi Jabat Wakapolri
Padahal, alasan dari lemahnya penanganan kasus selama ini adalah karena anggarannya kurang, apalagi tiada seorang pun penyidik yang sebenarnya rela merogoh dari koceknya sendiri untuk urusan pekerjaan yang bersifat institusional.
Meski porsi anggaran untuk program dukungan manajemen dan profesionalisme sumber daya manusia Polri pada tahun 2022 totalnya mencapai 47,52 persen atau senilai Rp 46,95 triliun, masih terdapat ketimpangan yang sangat signifikan dengan total porsi anggaran penyelidikan/penyidikan yang hanya berjumlah Rp 5,29 triliun.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum, ketimpangan anggaran ini seharusnya tidak boleh dibiarkan pemerintah dan harus dikritisi oleh DPR RI.