Ia juga menyoroti penentuan upah dalam UU Cipta Kerja yang tidak lagi melibatkan dewan pengupahan atau forum tripartit dan meminimalkan peran serikat pekerja.
"Padahal, peran serikat pekerja adalah sangat sentral dalam upaya mendorong kesejahteraan kelompok pekerja melalui peran-peran aktifnya secara kolektif. Forum yang sangat demokratis ini justru tidak lagi ada dalam penentuan upah,” ujarnya
Baca Juga:
Uji Materi Syarat Penetapan Pemenang Pilkada Calon Tunggal Digugat di MK
Terakhir, dalam aspek formula penentuan upah, dia mengkritisi penentuan yang menggunakan tiga variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan "indeks tertentu".
Ahli menilai variabel "indeks tertentu" berisiko membuat buruh rentan karena tidak disebutkan siapa yang menentukan.
Dalam sidang tersebut, dia lantas merekomendasikan agar frasa tersebut dihapus atau ditegaskan penentuannya untuk memastikan hak pekerja dalam konteks pemberian upah.
Baca Juga:
Kuasa Hukum Notaris Menilai Saksi Ahli dari Pemerintah Kurang Kuasai Persoalan
Selain tiga hal tersebut, Amalinda juga menyoroti kebijakan ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada warga negara sendiri dan keberpihakan pada tenaga kerja asing.
"Dua konteks tersebut, yakni ekonomi dan demografi, sangat penting untuk dipertimbangkan oleh majelis hakim Konstitusi terkait dengan revisi UU ini," ujarnya.
Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemohon itu dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra. Hakim yang mendampingi adalah Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Guntur Hamzah, dan Arsul Sani.