Sementara, dalam sistem presidensial,
posisi antara eksekutif dan legislatifnya berbeda.
Ketika ada Pemilu
untuk memilih anggota legislatif, ada juga Pemilu
untuk memilih Presiden, seperti sistem yang digunakan
di Indonesia.
Baca Juga:
Wakil Ketua MPR: Belum Ada Fraksi yang Usul Amendemen UUD 1945
"Ketika Pemilu
dibedakan untuk memilih anggota legislatif dan Presiden,
itu juga berpengaruh pada pembentukan undang-undang," jelas Saldi.
Dia menuturkan, diberlakukannya
kembali UUD 1945 pasca-Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, otomatis kembali pada
desain fungsi legislasi yang sangat terbatas dalam UUD 1945.
Ketika kembali ke UUD 1945, pembahasan
terhadap undang-undang masih mencari bentuk.
Baca Juga:
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid Tegaskan Belum Ada Fraksi yang Usul Amendemen UUD 1945
Satu-satunya dokumen yang bisa
dipelajari agak detail oleh anggota DPR-GR adalah
dokumen proses pembentukan undang-undang yang ada di bawah UUDS 1950, yang
menggunakan sistem parlementer.
Saldi menyebutkan, dokumen Peraturan
Tata Tertib DPR di bawah UUDS 1950 menjadi contoh pembahasan undang-undang
setelah kembali ke UUD 1945.
"Di situlah mulai muncul
pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif dalam pembentukan
undang-undang. Kalau kita baca UUD 1945 yang dibuat oleh para pendiri negara,
tidak ada sama sekali ruang untuk pembahasan bersama antara eksekutif dan
legislatif dalam pembentukan undang-undang," kata dia.