WahanaNews.co | Ketua KPK, Firli Bahuri, mengungkapkan perkembangan dugaan korupsi pengaturan cukai dan minuman alkohol (minol) di Bintan tahun 2016-2018. Menurutnya, KPK membuka opsi menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Terkait dengan harta miliki para tersangka, tentu kita berpedoman pada undang-undang dan peraturan lainnya, kita nggak berhenti hanya menerapkan pasal-pasal tindak pidana korupsinya, karena bisa saja kita temukan hasil penyidikan lebih lanjut bahwa ini TPPU," kata Firli dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (3/9/2021).
Baca Juga:
Lebih Baik Stop Merokok, Tahun Depan Harganya Bakal Lebih Mahal!
Firli mengatakan Bupati Bintan nonaktif Apri Sujadi (AS) diduga memiliki berbagai aset. Firli menyebut KPK tidak hanya fokus pada hukuman pidana, melainkan pengembalian aset negara.
"Jadi bahwa yang bersangkutan punya rumah di sini punya ruko di sini bisa saja dan kita akan buktikan adaunsur terkait TPPU, kita selalu mengejar ke sana," ujar Firli.
"Untuk membuktikan itu penyidik masih harus bekerja keras terkait aset para tersangka, sesungguhnya output penindakan bukan sekadar pemidanaan badan pelaku korupsi, tapi bagaimana bisa sebesar-besarnya mengembalikan kerugian negara dengan cara asset recovery tadi," sambungnya.
Baca Juga:
Naikkan Tarif Cukai Rokok Tanpa Persetujuan DPR, Sri Mulyani: Saya Minta Maaf
Firli kemudian bicara soal hitung-hitungan KPK dalam kasus ini. Dia menyebut bayi baru lahir juga dihitung merokok demi mengatur cukai di kasus ini.
"Saya hanya menambahkan saja kenapa kasus korupsi itu jadi perhatian kita. Cukup membuat prihatin bagaimana para penyelenggara negara mengambil keuntungan dari sebuah kebijakan. Itu rokok lebih dari jumlah penduduk yang membutuhkan. Bahkan hitung-hitungan kita, bayi yang baru lahir dihitung sudah merokok. Karena itu kerugian negara kurang lebih Rp 250 miliar," jelasnya.
Kasus Cukai di Bintan
KPK telah menetapkan Bupati Bintan nonaktif Apri Sujadi (AS) sebagai tersangka kasus pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Bintan wilayah Kabupaten Bintan tahun 2016-2018. KPK menduga Apri menerima uang Rp 6,3 miliar.
Kasus ini disebut bermula saat Apri mengumpulkan para distributor rokok untuk pengajuan kuota rokok. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Apri memerintahkan stafnya mengumpulkan para distributor rokok soal pengajuan rokok di BP Bintan di salah satu hotel di Batam pada awal Juni 2016.
"Dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh AS dari para pengusaha rokok yang hadir," kata Alex dalam konferensi pers, Kamis (12/8).
Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, Mohd Saleh H Umar, yang juga menjadi tersangka, diduga menyetujui kuota rokok 290.760.000 batang dan kuota minuman alkohol dengan rincian golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter.
"Pada Mei 2017 bertempat di salah satu hotel di Batam, AS kembali memerintahkan untuk mengumpulkan serta memberikan pengarahan kepada para distributor rokok sebelum penerbitan surat keputusan (SK) kuota rokok tahun 2017," ujar Alex.
Dengan sepengetahuan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan, Alfeni Harmi, Mohd Saleh diduga menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton. Jadi total kuota rokok dan kuota MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton).
Apri kemudian diduga menerima 16.500 karton dan Mohd Saleh menerima 11.000 karton. Penetapan kuota rokok dan minuman alkohol itu diduga dilakukan Mohd Saleh dinilai di luar wajar.
"Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016 sampai dengan 2018 diduga dilakukan oleh MSU dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai 2018 diduga ditentukan sendiri oleh MSU tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar," katanya.
Sepanjang 2016-2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses, yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM. Diduga juga terdapat kelebihan atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud.
Kedua tersangka itu dilakukan upaya paksa penahanan selama 20 hari ke depan. Apri Sujadi ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih dan MSU ditahan di Rutan KPK C1. Perbuatan mereka diduga merugikan negara sekitar Rp 250 miliar.
Apri dan Mohd Saleh disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [qnt]