Dengan adanya DKPB, advokat yang terbukti melanggar kode etik saat menjalankan tugas profesinya dapat diberikan sanksi mulai dari teguran, pemberhentian sementara, hingga pencabutan status sebagai advokat.
Langkah ini diyakini dapat memperkuat pengawasan terhadap perilaku advokat serta meningkatkan kualitas profesi secara keseluruhan.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Dukung Revisi UU Advokat demi Kepercayaan Publik dan Kualitas Pengacara Indonesia
Tohom, yang juga Ketua Bidang Perlindungan Konsumen Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia dan Ketua Umum Persatuan Pengacara Perlindungan Konsumen Indonesia (Perapki), menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan advokat yang tidak hanya cakap, tapi juga berintegritas tinggi.
“Masyarakat menaruh harapan besar pada advokat untuk menegakkan keadilan. Oleh karena itu, kepatuhan pada kode etik adalah fondasi penting bagi tegaknya hukum yang berkeadilan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tohom menyerukan dukungan penuh dari seluruh advokat Indonesia terhadap pembentukan DKPB sebagai garda terdepan dalam menjaga kehormatan profesi.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Ucapkan Selamat atas Penyelenggaraan Kongres Nasional IV KAI yang Dihadiri 35 DPD di Bandung
“Ini bukan sekadar menjaga nama baik profesi, tapi juga memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pembelaan yang jujur dan bertanggung jawab,” pungkasnya.
Selain itu, Tohom juga menyoroti pentingnya sistem multi-bar dalam organisasi advokat sebagai tuntutan zaman yang tak bisa dihindari.
“Sebaiknya pemerintah mengakui perkembangan zaman ini dengan mensahkan sistem multibar organisasi advokat melalui pembuatan regulasi baru yang bersifat mengikat. Karena, kehadiran sistem multi-bar sudah menjadi tuntutan zaman yang tak lagi bisa dihindari,” kata Tohom.