Ia mencontohkan sejumlah organisasi profesi yang sudah mulai meninggalkan asas single-bar.
“Contoh paling mudah tentu adalah organisasi insan pers. Dulu, di era Orde Baru, PWI ditetapkan sebagai wadah tunggal para wartawan. Kini, sejak memasuki era Reformasi, PWI tak lagi jadi pemain tunggal dalam mengorganisasikan para jurnalis,” katanya.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Dukung Revisi UU Advokat demi Kepercayaan Publik dan Kualitas Pengacara Indonesia
Selain menjawab tuntutan zaman yang memang sudah berubah, tambah Tohom, asas multi-bar bisa sekaligus menyelamatkan profesi advokat dari ancaman oligarki, pemusatan tongkat komando, dan penyeragaman arah keadilan sehingga tak lagi dinamis.
“Yang harus tunggal itu adalah regulatornya, seperti misalnya penyusun dan pengawas pelaksanaan kode etik. Sementara operatornya, para pelaksana regulasi tersebut, tak harus dicemplungkan semuanya ke dalam satu wadah wajib yang berpotensi menghilangkan dinamika,” beber Tohom.
Ia khawatir, bila konflik soal sistem bagi organisasi advokat itu terus berlanjut tanpa jelas lagi ujung-pangkalnya, bakal muncul kesan bahwa pemerintah kurang responsif terhadap perkembangan zaman.
Baca Juga:
BPPH Pemuda Pancasila Ucapkan Selamat atas Penyelenggaraan Kongres Nasional IV KAI yang Dihadiri 35 DPD di Bandung
“Padahal, dunia hukum, termasuk di dalamnya terminologi pencarian keadilan, adalah ilmu. Jadi, sifatnya sangatlah dinamis, tidak statis,” tandasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.