Bahkan, MK menyoroti kecenderungan hanya muncul dua pasangan calon dalam setiap pemilu, yang berpotensi memicu polarisasi tajam di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Mahkamah memperingatkan risiko yang lebih serius, yakni kemungkinan munculnya calon tunggal seperti yang terjadi pada beberapa pemilihan kepala daerah.
Baca Juga:
7 Daerah Gugat Hasil PSU ke Mahkamah Konstitusi
Fenomena ini, menurut MK, dapat menggerus makna hakiki Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yaitu menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, tujuan perubahan konstitusi untuk memperluas partisipasi rakyat dan menyempurnakan demokrasi akan tergeser,” jelas Saldi.
Jumlah Pasangan Calon
Baca Juga:
Baru Berumur Sehari, UU TNI Digugat 7 Mahasiswa UI ke MK
Meskipun MK telah menyatakan presidential threshold inkonstitusional, Mahkamah tetap mengingatkan pembentuk undang-undang agar mengantisipasi kemungkinan munculnya terlalu banyak pasangan calon dalam pemilu presiden dan wakil presiden.
MK mengingatkan bahwa jumlah pasangan calon yang berlebihan juga tidak selalu berdampak positif bagi demokrasi presidensial Indonesia.
Dalam sistem presidensial yang berpadu dengan model kepartaian majemuk, pembatasan jumlah calon presiden dan wakil presiden tetap diperlukan demi menjaga kualitas demokrasi.