WahanaNews.co | Keputusan DPR mencopot Aswanto dari jabatan Hakim Konstitusi yang masa baktinya belum berakhir menuai kritik dari publik.
Sejumlah elemen masyarakat sipil dan hukum memandang langkah DPR itu sebagai bentuk pembangkangan konstitusi. Salah satunya, LBH Jakarta yang menyebut DPR telah mengangkangi hukum, melecehkan independensi, kemandirian, kebebasan kekuasaan Kehakiman serta bertindak melampaui kewenangannya.
Baca Juga:
Kementerian PU dan Komisi V DPR RI Tinjau Lokasi Kecelakaan di Ruas Tol Cipularang KM 92
Pengacara Publik LBH Jakarta Aprillia Lisa Tengker menyebut pencopotan Aswanto secara sepihak bertentangan dengan Pasal 23 ayat 4 UU MK.
Dalam pasal itu dijelaskan pemberhentian hakim MK hanya dapat dilakukan melalui Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi. Alasannya pun diatur secara limitatif dalam Pasal 23 ayat 1 dan 2 UU MK.
"Pemberhentian dengan hormat dilakukan atas alasan-alasan di antaranya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, berusia 70 tahun, dan sakit jasmani atau rohani," ujar dia dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Menteri Nusron Paparkan Program 100 Hari Kerja di Raker Bersama Komisi II DPR
Adapun pemberhentian secara tidak hormat, kata Aprilia, dilakukan apabila hakim konstitusi dipidana penjara sesuai dengan putusan inkracht pengadilan, melakukan perbuatan tercela, tidak menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, melanggar sumpah atau janji jabatan, dan sengaja menghambat MK memberi putusan.
Selain itu, advokat yang maju saat pengujian omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker) di MK beberapa waktu lalu, Viktor Santoso Tandiasa menyebut DPR telah membangkang konstitusi dan bersikap sewenang-wenang karena memberhentikan Aswanto sebelum waktunya.
Diketahui, Aswanto adalah satu dari lima hakim konstitusi--di antara sembilan hakim MK--yang memuluskan putusan UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat.