Menurutnya, sikap sewenang-wenang DPR harus dilawan bersama karena berdampak pada rusaknya kemerdekaan kekuasaan hakim.
Apalagi, kata dia, jika melihat pernyataan (statement) dari Anggota DPR yang mengatakan kecewa dengan Aswanto karena menganulir produk-produk legislasi yang disusun lembaga legislatif itu sebagai bentuk tidak komitmen sudah dipilih jadi hakim MK. Aswanto diketahui sebagai hakim MK yang datang dari komposisi dipilih di DPR.
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Hadapi Mobilitas Masyarakat Saat Nataru 2025
"Menurut saya ini statement yang berbahaya bagi kelangsungan kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan ini merupakan tindakan nyata atas pemberangusan Kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Pun demikian dilontarkan eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Ketua pertama MK itu menegaskan pemberhentian hakim konstitusi harus sejalan dengan undang-undang dan konstitusi.
"Menurut ketentuan Undang-Undang MK Pasal 23 ayat (4), pemberhentian hakim itu suratnya bukan dari lembaga yang bersangkutan, tapi dari MK. Jadi, kalau tidak ada surat dari MK, enggak bisa diberhentikan," kata Jimly memimpin rombongan eks hakim MK ke lembaga pengadilan konstitusi itu, Jakarta, Sabtu (1/10).
Baca Juga:
Pj Bupati Abdya Sunawardi Hadiri Rapat Kerja dan Dengar Pendapat DPR RI
Menurutnya, DPR tak berwenang memberhentikan hakim konstitusi. Jimly menyebut keputusan DPR mencopot Aswanto bertentangan dengan UU MK dan UUD 1945.
Pada pertemuan itu empat eks hakim konstitusi datang secara fisik. Mereka adalah Jimly, Hamdan Zoelva, Mahfud MD (yang kini Menko Polhukam), dan Maruarar Siahaan.
Lima orang hakim konstitusi lainnya datang secara virtual. Mereka adalah Laica Marzuki, Harjono, Achmad Sodiki, I Dewa Gede Palguna, dan Maria Farida Indrati.