"Dalam politik, kami
diajarkan moralitas politik, yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa
yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum
moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang
memiliki desain pencitraan tersendiri, termasuk istilah kecolongan dua kali
sebagai cermin moralitas tersebut. Jadi, kini
rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh bu Mega. Ternyata kebenaran sejarah
membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik
pencitraan," kata dia.
Hasto mengatakan, dia memahami jika tindakan mendzalimi diri sendiri yang dilakukan
SBY dipakai sebagai "jurus" ketika hendak maju kontestasi.
Baca Juga:
Kasus Judol Komdigi Polisi Benarkan Alwin Jabarti Kiemas Salah Satu Tersangka
Kemudian Hasto mengatakan bahwa ia pula
sempat mendengar cerita dari Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(Fisipol) Universitas Gadjah Mada, mendiang Cornelis Lay, yang juga teman diskusi Megawati.
Cornelis pernah mengatakan bahwa
Megawati ketika menjadi Presiden sempat mendapat bisikan dari salah satu elite
partai yang mempertanyakan pemilihan SBY sebagai Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Kemananan.
Elite itu mempertanyakan hal tersebut
karena mertua SBY, yakni Sarwo Edhie, pada zaman dahulu dianggap tidak sejalan dengan ayah Megawati,
Presiden pertama Soekarno.
Baca Juga:
Kebuntuan Negosiasi Jadi Penghambat Utama Pertemuan Megawati-Prabowo
Peristiwa lain yang diceritakan kepada
Megawati adalah mengenai penyerangan Kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
Cornelis pun kemudian mendengar
jawaban Megawati bahwa ditunjuknya SBY semata-mata demi rekonsiliasi dan
mengedepankan rasa persatuan.
Sekjen PDIP kemudian menilai bahwa
pernyataan Marzuki Alie akhirnya adalah bagian dari dialektika dari sejarah
kebenaran itu.