WahanaNews.co, Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Rakyat Bicara Peduli Pembangunan dan Kesehatan Masyarakat (LSM FORBI PPKM) kembali mendatangi Kejaksaan Agung Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Senin (7/8/2023).
Kedatangannya untuk mempertanyakan tindak lanjut laporan mereka atas laporan dugaan kerugian negara sebesar Rp95 miliar dalam pengadaan Rapid Diagnostik Test Antigen (RDT-Ag Tahap II) Tahun 2021.
Baca Juga:
Korupsi APD Pada Masa Pandemi COVID-19 di Kemenkes, KPK Tetapkan 3 Tersangka
“Kami telah melaporkan dugaan kerugian negara tersebut berikut bukti-bukti pendukung sejak 8 Maret 2023. Kedatangan kami untuk mendesak penyidik untuk mengusut kasus tersebut. Bukti pendukung sangat kuat. Tidak ada alasan penyidik menghentikan pemeriksaan. Kami akan kawal terus,” ujar Ketua Umum LSM FORBI PPKM, Mikler Gultom, di gedung bundar Kejaksaan Agung kepada WahanaNews.co Senin (7/8/2023).
Diuraikan Mikler, tahun anggaran 2021, semasa Covid-19 menyerang, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan mengadakan jutaan Rapid Diagnostik Test Antigen (RDT-Ag).
Salah satu perusahaan yang ditunjuk Kemenkes untuk mengadakan RDT-Ag adalah PT. SBI. Produk yang ditawarkan oleh PT. SBI adalah merk Biosensor. Salah satu merek rapid diagnostic test antigen yang direkomendasikan oleh WHO.
Baca Juga:
Impor Tekstil Ilegal Buat Negara Kehilangan Pendapatan Rp6,2 Triliun Setiap Tahun
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan memesan RDT-Ag merk Biosensor dari PT SBI melalui distributornya PT. ZPN sebanyak 3.009.325 test. Dengan harga Rp81.986 per tes termasuk PPN atau Rp74.538 sebelum PPN. Harga inilah yang dituding oleh LSM FORBI PPKM terjadi permahalan harga.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Dunia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup Anak dan Wanita (UNICEF) turut membantu Indonesia mengatasi Covid-19.
Kedua organisasi dunia itu tercatat menyumbang RDT Ag merk Biosensor kepada Indonesia. Namun menurut Mikler Gultom, harganya jauh dibawah harga kontrak PT. ZPN kepada pemerintah.
“Harga RDT-Ag Merk Biosensor bantuan hibah WHO dan UNICEF hanya Rp. 41.239 dan Rp. 42.952. Sangat jauh dibawah harga Biosensor yang dijual oleh PT. SBI atau PT ZPN kepada Kemenkes sebesar Rp. 81.986 per tes termasuk PPN atau Rp. 74.538 sebelum PPN. Inilah yang kami desak untuk diusut oleh Kejaksaan Agung Pidana Khusus,” lanjut Mikler Gultom.
Ditambahkan, PT. CUL, perusahaan lain yang ditunjuk Kemenkes dalam Pengadaan RDT Ag, diduga beralamat fiktif. Surat yang dikirim lewat Pos, tidak sampai ke PT. CUL. Surat kembali ke kantor LSM FORBI PPKM.
“Saat kami survei, alamatnya ditemukan. Tapi kantor PT CUL tidak ada, diduga fiktif. Tidak ada kantor perusahaan pada alamat yang tertera di e-katalog. Padahal kontraknya mencapai hingga Rp117 Miliar (1,5 juta test). Hal ini juga harus diusut oleh Jampidsus,” desak Mikler Gultom.
[Redaktur: Alpredo Gultom]