WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelusuri dugaan korupsi pengadaan jet pribadi atau private jet yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selama Pemilu 2024, setelah munculnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menguak nilai sewa fantastis mencapai Rp46 miliar.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan lembaganya akan mempelajari lebih dalam putusan DKPP nomor: 178-PKE-DKPP yang dijatuhkan pada Senin (21/10/2025) untuk memperkaya proses tindak lanjut laporan masyarakat yang sudah diterima oleh bagian pengaduan masyarakat (Dumas) KPK.
Baca Juga:
Kejati Sumut Geledah Pelabuhan Belawan, Usut Dugaan Korupsi PNBP Jasa Kepelabuhanan
“Kami tentu nanti akan mempelajari putusan dari DKPP tersebut, fakta-fakta yang terungkap seperti apa, dan itu tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut,” ujar Budi, dikutip Kamis (30/10/2025).
Meski begitu, Budi belum dapat menjelaskan secara rinci langkah-langkah yang sudah maupun sedang dilakukan tim Dumas terkait laporan dugaan penyalahgunaan anggaran sewa jet pribadi itu, dan menegaskan bahwa pembaruan informasi akan diberikan secara tertutup kepada pelapor demi menjaga kerahasiaan identitas dan materi laporan.
Sebelumnya, DKPP telah menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Muhammad Afifuddin, empat anggota KPU—Idam Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz—serta Sekretaris Jenderal KPU Bernad Darmawan Sutrisno, karena terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam penggunaan private jet.
Baca Juga:
KPK Dalami Dugaan Korupsi Whoosh, Pemanggilan Saksi Masih dalam Kajian
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu I Muhammad Afifuddin selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum. Teradu II Idam Holik, teradu III Yulianto Sudrajat, teradu IV Parsadaan Harahap, teradu V August Mellaz, masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito.
Ratna Dewi, anggota majelis DKPP, menegaskan bahwa alasan penggunaan jet pribadi dengan dalih efisiensi waktu karena masa kampanye Pemilu 2024 yang hanya berlangsung 75 hari tidak dapat diterima secara etika, apalagi hasil pemeriksaan menunjukkan dari 59 perjalanan yang dilakukan tidak ada satu pun menuju daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Bahwa penggunaan private jet tidak sesuai dengan perencanaan awal untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T. Bahwa di antara 59 kali perjalanan menggunakan private jet tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik,” ujar Ratna.