Syamsul mengatakan, Ria merupakan seorang ASN yang bertugas di Sekadau, Kalimantan Barat dan sehari-hari bekerja sebagai dokter di RSUD Sekadau.
Ria tidak bisa hadir langsung di MK untuk membacakan permohonannya karena harus bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Baca Juga:
Ringkasan Amar Putusan MK Soal Anggota Polri Dilarang Duduki Jabatan Sipil
Selain Ria, pemohon lainnya, yaitu Yosephine Chrisan Eclesia Tamba, juga merasakan hal yang sama.
Yosephine yang kini bekerja sebagai karyawan BUMN merasa dirugikan karena banyak prajurit TNI yang menduduki kursi pimpinan lembaga pemerintahan.
“Bahwa Pemohon 5 yang berprofesi sebagai pegawai BUMN dan mahasiswa magister hukum kehilangan kesempatan untuk menjadi kepala lembaga pemerintahan dan kehilangan kesempatan menempati jabatan-jabatan yang berada dalam lingkup sipil yang sangat diharapkan Pemohon 5,” lanjut Syamsul.
Baca Juga:
Supratman Andi Agtas: Putusan MK Final, Tapi Tidak Berlaku Surut untuk Polri
Selain Syamsul, Ria, dan Yosephine, ada empat pemohon lagi yang juga merasa dirugikan dengan UU TNI saat ini.
Mereka adalah Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, Achmad Azhari, dan H. Edy Rudyanto. Atas kerugian konstitusional yang mereka rasakan, para pemohon berharap agar majelis hakim konstitusi dapat menerima uji materiil mereka dan membatasi penempatan TNI di jabatan sipil.
Namun, pembatasan tidak untuk semua jabatan. Para pemohon mengatakan, prajurit TNI masih dapat menempati jabatan sipil yang masih berkaitan dengan tugas dan fungsi mereka, misalnya yang berkaitan dengan pertahanan negara dan kesekretariatan militer.