WahanaNews.co, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengusulkan agar KPK mengevaluasi dan mengambil tindakan lebih lanjut terkait pengakuan eks Komisaris Independen Wijaya Karya, Dadan Tri Yudianto.
Dadan menyatakan bahwa dirinya diperas oleh pihak-pihak yang mengaku dari KPK sebesar 6 juta dolar AS untuk mendapatkan status bebas dari status tersangka.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Saat ini, Dadan berstatus terdakwa dalam kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Yudi mengkritik langkah KPK yang meminta Dadan untuk melaporkan lebih lanjut, sementara menurutnya, seharusnya KPK yang proaktif menyelidiki klaim tersebut.
"Harusnya KPK yang proaktif lah, kan sudah dibuka oleh Dadan di publik saat pleidoinya, " kata Yudi, melansir Republika, Senin (26/2/2024).
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Dadan Tri Yudianto mengklaim bahwa sebelum menjadi saksi dalam persidangan Heryanto Tanaka di PN Bandung, pihak yang mengaku dari KPK meminta agar ia mengabaikan panggilan saksi tersebut.
Dadan menyatakan bahwa oknum tersebut menghubunginya melalui pesan singkat yang dikirim ke WhatsApp istrinya.
Yudi Purnomo Harahap merasa heran dengan jumlah uang yang diminta, yang dianggapnya fantastis, mencapai puluhan miliar.
Oleh karena itu, Yudi mengkritik KPK karena tidak mengusut klaim tersebut lebih lanjut.
"Permintaannya jika benar yang dikatakannya oleh Dadan, bukan jumlah yang main-main sekitar 90 miliar (rupiah) agar lolos dari sanksi, agar nggak jadi tersangka," ujar Yudi.
Yudi menyinggung, jika benar ada pegawai KPK terlibat pemerasan terhadap Dadan, maka bisa disanksi. Sebab tindakan tersebut murni pelanggaran etik dan pidana.
"Sudah sempurna itu deliknya jika benar pegawai KPK," ucap Yudi.
Tercatat, Dadan Tri Yudianto dituntut hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan. Dadan juga menghadapi tuntutan pembayaran denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp7.950.000.000.
Dadan Tri Yudianto diyakini JPU KPK melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terkait pengakuan Dadan yang diperas oknum KPK, Juru Bicara KPK Ali Fikri meminta setiap pihak yang diperas oleh oknum pegawai KPK agar melaporkannya. KPK berjanji aduan tersebut bakal ditindaklanjuti.
"KPK meminta kepada terdakwa (Dadan Tri) untuk melaporkannya kepada Dewan Pengawas ataupun Pengaduan Masyarakat KPK dengan disertai bukti-bukti awal untuk dapat ditelusuri lebih lanjut kebenarannya," kata Ali kepada wartawan, belum lama ini.
Ali menyebut nantinya laporan itu bakal diproses dengan langkah verifikasi.
"Kami yakinkan bahwa setiap aduan dari masyarakat akan ditindaklanjuti dengan proses verifikasi awal," lanjut Ali.
Dadan sebelumnya mengungkap ada oknum aparat penegak hukum yang mengatasnamakan KPK meminta uang senilai 6 juta dolar AS.
Pemerasan itu terjadi agar dirinya tidak dijadikan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.
"Ada oknum yang mengatasnamakan KPK minta 6 juta dolar (AS) agar tidak menjadi tersangka. Namun itu hal yang tidak mungkin untuk dipenuhi, karena memang saya merasa tak bersalah. Dan akhirnya memang saya dijadikan tersangka," ujar Dadan dalam keteranganya kepada awak media, Selasa (20/2/2024).
Kemudian perkara pun terus berlanjut ke persidangan. Namun, selama proses persidangan itupun, penuntut umum tidak dapat menunjukkan bukti-bukti seperti yang dituduhkan dan didakwakan.
Untuk itu, dirinya bersama tim penasihat hukum akan melakukan pembelaan serta akan menempuh upaya-upaya hukum demi keadilan.
“Dengan didampingi tim penasihat hukum, saya akan senantisa menempuh upaya-upaya hukum demi hak keadilan saya,” tegas Dadan.
Menurut Dadan, sejak awal ia merasa ada sesuatu yang janggal atas perlakuan KPK terhadap dirinya. Sehingga, dirinya merasa telah terdzolimi dengan ditetapkannya sebagai tersangka dan terdakwa dalam dugaan suap pengurusan perkara di MA.
“Saya ini seorang pengusaha swasta yang di dzolimi. Di saat mendapatkan investasi untuk pengembangan usaha/bisnis, saya dituduh dan didakwa sebagai pegawai negeri atau pejabat negara yang menerima hadiah atau janji. Ini janggal, ini aneh,” keluhnya
Diketahui, Dadan didakwa turut serta menerima hadiah Rp 11,2 miliar dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID, Heryanto Tanaka. Dadan disidang bersamaan dengan eks Sekretaris MA, Hasbi Hasan yang terjerat kasus suap yang sama.
Perkara ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.
Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.
Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut.
Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung.
Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.
Berikutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan Majelis Hakim tingkat kasasi kepada Dadan pada bulan Maret 2022.
Setelah itu, Heryanto, Dadan, dan Yosep Parera bertemu di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, untuk menunjukkan keseriusan dalam mengawal kasasi di MA.
Dalam pertemuan tersebut, Dadan juga berkomunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dadan meminta Hasbi untuk ikut serta dalam mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA, disertai dengan pemberian sejumlah uang.
Hasbi setuju dan menyetujui untuk ikut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi tersebut.
Setelah terjadi kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bersalah di tingkat kasasi dan dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun.
Antara bulan Maret dan September 2022, Heryanto kemudian mentransfer uang sebanyak tujuh kali ke Dadan dengan jumlah total sekitar Rp 11,2 miliar.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]