WAHANANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil melontarkan sindiran keras bahwa Gedung Mahkamah Agung (MA) mungkin bisa roboh apabila semua hakim yang menerima aliran dana dari eks pejabat MA, Zarof Ricar, dibongkar.
Pernyataan itu disampaikan Nasir ketika mencecar calon hakim agung MA, Annas Mustaqim, dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Baca Juga:
Proyek Gedung Kedubes India Bisa Lanjut, MA Batalkan Putusan PTUN DKI
Zarof sendiri telah divonis bersalah karena menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas.
Dalam forum tersebut, Nasir menanyakan bagaimana MA melakukan pengawasan terhadap hakim yang disebut sebagai wakil Tuhan di bumi.
“Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka misalnya, dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung, barangkali, tapi itulah kenyataan potret kita lihat saat ini,” ucap Nasir.
Baca Juga:
Momentum HUT RI, Terpidana Ronald Tannur Terima Remisi 4 Bulan
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu kemudian menanyakan pandangan Annas, yang selama lima tahun bertugas di Badan Pengawas (Bawas) MA, terkait hal-hal yang bisa diperbaiki agar publik kembali percaya kepada pengadilan.
“Sehingga orang akan semakin lebih percaya kepada pengadilan,” ujar Nasir.
Menanggapi hal tersebut, Annas menjelaskan sejumlah langkah yang telah ditempuh pimpinan MA untuk menindak hakim yang menyimpang.
Menurutnya, pimpinan MA bersama pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama terus mengingatkan agar hakim selalu mematuhi Kode Etik dan Perilaku Hakim (KEPH).
Meski demikian, kata Annas, hakim tetaplah manusia yang dapat terpengaruh banyak faktor di luar kode etik.
“Harusnya rekan-rekan hakim yang mempunyai iman yang lebih kuat harus mengingatkan atau setidak-tidaknya menasehati agar berperilaku sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim,” kata Annas.
Sebagai informasi, Zarof divonis bersalah dalam kasus gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas yang disimpan di rumahnya di bilangan Senayan, Jakarta Pusat.
Penyidik Kejaksaan Agung menemukan harta fantastis tersebut dalam brankas saat melakukan penggeledahan.
Uang dan emas itu disimpan dalam kantong maupun amplop terpisah sebagai bungkus.
Pada setiap bungkus tertulis berbagai nomor perkara peradilan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]