Pencopotan Herry tersebut terjadi empat bulan sebelum Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam ) Polri menerbitkan laporan hasil penyelidikan. Dokumen laporan tersebut ditandatangani oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tertanggal 7 April 2022.
Tempo melihat laporan hasil penyelidikan Div Propam itu. Sambo dalam laporannya kepada Listyo Sigit menyatakan menemukan bukti yang cukup soal adanya pelanggaran oleh sejumlah anggota Polri terkait aktivitas tambang ilegal Ismail Bolong dan aliran dananya.
Baca Juga:
Putra Kelahiran Serui, Irjen Pol Alfred Papare Menjadi Kapolda Papua Tengah
"Ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri," bunyi poin 3c laporan tersebut.
Dalam laporannya, Sambo menyebut adanya aliran dana dari Ismail ke sejumlah petinggi Polri selain Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak. Mereka diduga menerima uang koordinasi dari Ismail Bolong yang besarannya bervariasi antara Rp 30 ribu sampai Rp 80 ribu per metrik ton.
Selama Oktober hingga Desember 2021, menurut laporan tersebut, mereka masing-masing menerima uang dengan kisaran Rp 600 juta hingga Rp 5 miliar per bulan.
Baca Juga:
Komjen Ahmad Dofiri Resmi Jabat Wakapolri
Listyo Sigit Prabowo menyatakan tak mengetahui secara rinci soal laporan tersebut. Dia menyatakan hanya mendapatkan laporan singkat soal itu.
"Terakhir ada rekaman testimoni yang menyebutkan soal itu, tidak masuk ke saya. Yang dilaporkan kepada saya hanya ringkasan pemeriksaan dan rekomendasi. Bukan laporan pemeriksaan yang rinci. Itu biasanya dari bawahan ke atasan," kata dia.
Kapolri pun menyatakan telah memerintahkan untuk menangkap Ismail Bolong. Dia menyatakan penangkapan tersebut agar memperjelas tudingan kepada sejumlah anak buahnya yang disebut menerima aliran dana tersebut.