WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda pemeriksaannya setelah kembali mengajukan gugatan praperadilan. Namun, KPK menilai langkah yang diambil Hasto tidak lazim.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi. Pertama, ia diduga bersama Harun Masiku menyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, untuk mengurus pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Baca Juga:
Buntut Hasto Ditahan, Kepala Daerah PDIP Dilarang Ikut Retreat: Hubungan Mega-Prabowo Dipertaruhkan
Kedua, Hasto juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan terkait keberadaan Harun Masiku.
Harun sendiri telah berstatus tersangka sejak 2020, tetapi hingga kini mantan caleg PDIP tersebut masih buron.
Hasto sebelumnya telah menggugat status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui praperadilan. Namun, hakim tidak menerima gugatan tersebut.
Baca Juga:
Tudingan Hasto Soal Korupsi Keluarga, Jokowi: Hal biasa, Kalau Ada bukti Silahkan
Setelah upayanya gagal, Hasto kembali mengajukan dua gugatan baru terhadap KPK, masing-masing terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Gugatan baru itu kemudian dijadikan dasar oleh Hasto untuk absen dari panggilan KPK pada Senin (17/2/2025).
Pengacaranya, Ronny Talapessy, meminta lembaga antirasuah itu menunda pemeriksaan kliennya hingga proses praperadilan selesai.
"Penasihat hukum telah datang ke KPK pukul 08.30 WIB untuk menyerahkan surat permohonan penundaan pemeriksaan Mas Hasto Kristiyanto," ujar Ronny dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).
Ronny berharap semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ia menegaskan bahwa Hasto masih memiliki hak untuk mengajukan praperadilan ulang karena gugatan sebelumnya tidak ditolak, melainkan tidak diterima.
"Pengajuan kembali praperadilan ini merupakan tindak lanjut dari putusan sebelumnya yang belum membahas keabsahan status tersangka Mas Hasto Kristiyanto. Oleh karena itu, kami mengajukan dua permohonan praperadilan terhadap dua surat perintah penyidikan (sprindik) yang berbeda," jelasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]