WahanaNews.co, Jakarta – Sekjen PDIP Hasto Kritiyanto dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku.
Baca Juga:
Di Tengah Isu Penjegalan, Hasto Ungkap PDIP-Anies Terus Komunikasi
Hasto Kristiyanto diperiksa selama empat jam oleh Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengaku keberatan ketika ponselnya disita.
Dia turut didampingi sejumlah penasihat hukum, salah satunya Ronny Talapessy. Namun, penasihat hukumnya tidak ikut serta dalam proses pemeriksaan.
Mulanya, Hasto mengatakan dirinya datang ke KPK dengan niat baik sebagai warga negara yang taat hukum.
Baca Juga:
KPK Periksa Sekjen PDIP Terkait Dugaan Korupsi di DJKA
"Saya di dalam ruangan yang sangat dingin, hampir sekitar 4 jam. Bersama penyidik face to face itu paling lama 1,5 jam, sisanya ditinggal, kedinginan. Dan kemudian pemeriksaan saya belum masuk materi pokok perkara," ujar Hasto usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6).
Hasto mengaku telepon selulernya disita di tengah proses pemeriksaan. Dia pun sempat berdebat dengan pihak penyidik lembaga antirasuah.
"Di tengah-tengah itu, kemudian staf saya yang namanya Kusnadi itu dipanggil katanya untuk bertemu dengan saya. Tetapi kemudian, tasnya dan handphone-nya atas nama saya itu disita. Sehingga kemudian kami tadi berdebat. Karena sepengetahuan saya sebagai saksi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana saya berhak untuk didampingi penasihat hukum," jelas Hasto.
Hasto kembali menegaskan bahwa dirinya keberatan atas penyitaan tersebut.
Selain itu, Hasto juga menilai dirinya mestinya didampingi oleh penasihat hukum.
"Ada handphone yang disita. Dan saya menyatakan keberatan atas penyitaan handphone tersebut. Ya, karena segala sesuatunya harus berdasarkan sesuai dengan hukum acara pidana. Karena ini sudah suatu bentuk tindakan yang pro justisia. Sehingga hak untuk didampingi kuasa hukum itu seharusnya dipenuhi oleh mereka yang menegakkan hukum," kata Hasto.
Hasto mengatakan dirinya memutuskan agar pemeriksaan atas dirinya dilanjutkan pada kesempatan lainnya.
"Kemudian akhirnya kami menyampaikan, ya kalau gitu nanti pada kesempatan lain kami akan datang memenuhi undangan dari KPK sebagai wujud tanggung jawab dan komitmen kami sebagai warga negara," tutur dia.
Pertimbangkan praperadilan
Dalam kesempatan yang sama, penasihat hukum Hasto, Patra M. Zen mengatakan penyitaan mesti dilakukan sesuai dengan prosedur.
"Sebagaimana disampaikan oleh Pak Hasto, bentuk-bentuk pemanggilan ajudan, lalu hadir dan langsung menggeledah, dan sekarang menyita, tentu wajib dan patut dipertanyakan. Mengapa? Karena penyidik kan bisa saja meminta langsung kepada yang bersangkutan," kata Patra.
Ia turut menyinggung apapun proses penegakan hukum mesti sesuai dengan prosedur dan asas-asas keadilan.
Patra juga mempertanyakan kenapa penyidik tidak meminta langsung kepada Hasto. "Apakah ini ya kaitannya dengan satu wewenang yang sah begitu," kata dia.
Awak media lantas bertanya dalam kepentingan apa HP itu disita.
"Ya itu tadi ya, jadi kami sampaikan. Yang namanya bentuk penyitaan itu tentu harus melalui prosedur, tentu harus melalui tata cara. Jadi ini HP-nya Pak Hasto, biasa adalah yang namanya penyitaan harusnya diminta kepada yang bersangkutan," ujar Patra.
"Masa yang punya HP A, enggak dimintain dari yang langsung. Padahal sekarang ini Pak Hasto datang secara kooperatif, datang sebagai warga negara yang patuh, datang sebagai Sekjen PDI Perjuangan yang menghormati proses hukum, tapi dibeginikan. Apalagi orang biasa, apalagi orang yang mungkin tidak punya jabatan," sambung dia.
Pihak Hasto masih mempertimbangkan untuk mengajukan praperadilan atas penyitaan tersebut. "Nanti kita pikirkan," ujar Patra.
Belum ada pernyataan dari KPK perihal penyitaan HP dan tas milik Hasto ini.
KPK diduga telah mengetahui keberadaan Harun yang kini masih menjadi buron selama empat tahun lebih.
Sebelumnya Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan tim penyidik sudah mengonfirmasi informasi tersebut kepada sejumlah saksi seperti Advokat Simeon Petrus hingga mahasiswa atas nama Hugo Ganda dan Melita De Grave.
"Sebagaimana yang sering kami sampaikan bahwa kami tidak pernah berhenti untuk mencari DPO. Ketika ada informasi baru yang kemudian masuk ke KPK pasti kemudian kami dalami lebih lanjut. Termasuk ketika mengetahui dugaan keberadaan dari DPO Harun Masiku ini, maka kami panggil orang-orang itu dengan kemudian dikonfirmasi dan didalami ada pihak tertentu yang sebenarnya tahu tapi kemudian tidak menyampaikan informasi dimaksud," kata Ali.
Harun Masiku mesti berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Dia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Sementara itu, Wahyu yang divonis dengan pidana tujuh tahun penjara telah mendapatkan program Pembebasan Bersyarat sejak 6 Oktober 2023.
[Redaktur: Alpredo Gultom]