WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kisah hubungan gelap antara AKBP Basuki dan DLL (35), dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, memasuki babak baru setelah sang perwira mengaku telah hidup satu atap dengan perempuan itu selama lima tahun sejak masa pandemi 2020.
Pengakuan tersebut disampaikan Basuki di hadapan penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng, yang kemudian menguatkan dugaan bahwa hubungan asmara keduanya sudah berlangsung serius.
Baca Juga:
Kementan Tegur Pejabat yang Beri Dukungan Pribadi di Kasus Tempo
Basuki bahkan memasukkan nama DLL ke dalam Kartu Keluarga miliknya dengan status “family lain”, meskipun dalam dokumen yang sama terdapat nama istri sahnya.
Keterangan itu disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, kepada wartawan di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Kamis (20/11/2025), yang menjelaskan bahwa temuan tersebut muncul saat Propam melakukan penyelidikan internal.
“Iya, mereka ada hubungan itu (asmara) dan mereka tinggal satu rumah, ini dibuktikan dari keterangan AKBP B saat dilakukan penyelidikan oleh Propam,” ujar Artanto.
Baca Juga:
Pansus Peraturan Kode Etik DPRD, Jaga Citra hingga Cegah Pelanggaran Anggota
Bidpropam kemudian menjatuhkan sanksi berupa penahanan selama 20 hari kepada AKBP Basuki terhitung 19/11/2025 hingga 08/12/2025.
Penahanan itu diberikan karena Basuki, yang menjabat Kepala Subdirektorat Pengendalian Massa Dalmas Direktorat Samapta Polda Jateng, dinilai melakukan pelanggaran berat dengan menjalin hubungan dengan perempuan lain meski telah berkeluarga.
“Pelanggarannya adalah yang bersangkutan tinggal dengan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah, perbuatan AKBP B ini adalah pelanggaran kode etik yang berat karena menyangkut masalah kesusilaan dan perilaku di masyarakat,” lanjut Artanto.
Artanto menjelaskan bahwa hubungan tersebut, menurut pengakuan Basuki, sudah berjalan sejak 2020 ketika banyak warga menghabiskan waktu di rumah karena pandemi Covid-19.
Namun Artanto menegaskan bahwa keterangan itu baru berasal dari Basuki dan perlu diuji lebih lanjut dengan bukti pendukung agar kronologi hubungan keduanya benar-benar dapat dipetakan secara runtut.
“Untuk membuktikan keterangan itu, kami melakukan pemeriksaan kembali dan harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung, sehingga kronologis ini benar-benar dapat kita runtut pasalan maupun kronologis awal komunikasi maupun hubungan asmara ini,” ucapnya.
Artanto juga menyebut bahwa selama menjalin hubungan, Basuki tinggal satu atap dengan DLL.
Ia menambahkan bahwa ketika peristiwa meninggalnya DLL terjadi, Basuki berada di kamar yang sama bersama korban.
“Iya tahu (detik-detik kematian), jadi AKBP B ini adalah saksi kunci dari penyelidikan peristiwa pidana maupun kode etik ini,” jelas Artanto.
Basuki dijadwalkan menjalani sidang kode etik profesi polri sebelum masa penahanannya selesai.
Artanto menuturkan bahwa sidang kode etik akan dipercepat karena ancaman sanksinya dapat mencapai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
“Karena ini merupakan pelanggaran etik maka sanksi terberat adalah di PTDH,” tegasnya.
Sementara itu, Polda Jateng juga tengah menyelidiki dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan kematian DLL.
Penyidik masih menelusuri alat bukti seperti ponsel dan laptop milik korban serta meminta keterangan saksi-saksi lain, termasuk petugas hotel.
“Kami juga menunggu hasil autopsi korban, nantinya akan kami gelar perkara untuk menentukan kasus ini ada unsur-unsur pidana atau tidak,” kata Artanto.
Kasus ini semakin memanas setelah keluarga DLL mengungkap sejumlah kejanggalan terkait kematian korban, termasuk adanya nomor asing yang mengirimkan foto korban dalam kondisi tanpa busana di kamar kos-hotel Jalan Telaga Bodas Raya Nomor 11, Karangrejo, Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (17/11/2025).
Kakak korban, Perdana Cahya Devian Melasco, atau Vian, mengatakan bahwa foto tersebut sempat diterima oleh seorang kerabat sebelum dihapus oleh pengirimnya.
“Iya bude kami mendapatkan kiriman foto dari nomor asing tapi kemudian dihapus oleh si pengirim, dalam foto itu simpang siur (diduga ada bercak darah) sehingga menambah kecurigaan,” tutur Vian di Kota Semarang, Kamis (21/11/2025).
Belakangan keluarga menduga nomor asing itu merupakan nomor pribadi AKBP Basuki.
Keluarga akhirnya memutuskan melakukan autopsi karena merasa informasi kematian korban terlalu banyak menyisakan tanda tanya.
“Kami akhirnya memutuskan autopsi karena merasa ada yang janggal di situ,” ucapnya.
Vian menambahkan bahwa keluarga baru diberi kabar meninggalnya DLL pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 18.00 WIB, padahal korban ditemukan meninggal pada waktu subuh.
“Kampus beralasan sedang mencari nomor saya karena mereka tidak punya nomor kontak keluarga dari Levi (korban DLL),” jelasnya.
Ia mengatakan adiknya dikenal ramah namun tertutup soal urusan pribadi sehingga keluarga tidak mengetahui banyak kondisi kesehatannya.
“Selama ini saya kurang begitu paham soal kondisi kesehatannya karena enggak pernah cerita,” katanya.
Keluarga juga mengaku baru mengetahui bahwa DLL masuk dalam satu Kartu Keluarga dengan AKBP Basuki.
Menurut Vian, hal itu baru terungkap ketika ia mengurus kartu keluarga baru pada 2024 setelah ibunya meninggal dunia.
“Nah di situlah saya kaget ketika hanya nama saya yang ada di KK itu, saya tidak bertanya lebih jauh karena itu orangnya tertutup,” ujarnya.
Kuasa hukum keluarga, Zainal Abidin Petir, memperkuat dugaan bahwa foto kematian korban memang dikirim oleh AKBP Basuki kepada kerabat korban sebelum dihapus.
“Foto itu dikirim AKBP B ke bude korban melalui pesan singkat WhatsApp, dalam foto itu diduga ada bercak di paha dan perut, foto itu belum sempat disimpan, dihapus lagi,” tutur Zainal.
Zainal juga mengungkap bahwa Basuki sempat meminta laptop dan ponsel korban kepada penyidik yang melakukan olah TKP di kamar kos-hotel nomor 210, namun permintaan itu langsung ditolak.
“AKBP B ini juga panik di lokasi kejadian, kami menduga kepanikan tersebut ada sesuatu yang disembunyikan,” ucapnya.
Ia juga memastikan bahwa nama DLL memang tercantum dalam KK Basuki berdasarkan temuan saat keluarga mengurus akta kematian korban.
“Korban dimasukkan ke KK dengan status hubungan family lain, di KK itu ada empat orang, AKBP B, istrinya, seorang anak, dan korban,” jelasnya.
Zainal mendesak Polda Jateng menangani kasus ini secara profesional dan transparan.
“Polda harus menangani kasus secara transparan dan jangan ditutup-tutupi,” katanya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menegaskan bahwa seluruh barang bukti termasuk ponsel dan laptop korban sudah dikirim ke laboratorium forensik.
“Barang-barang bukti tersebut sudah kami kirim ke laboratorium forensik, kami juga akan meminta keterangan dari saksi kunci kejadian ini,” ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]