Fadil dalam sidang menyampaikan pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang sebelumnya. Kata dia, perbaikan yang dilakukan pada bagian pertama yakni kewenangan MK.
Perludem telah membuatnya dengan memasukkan kewenangan MK mulai dari UUD 1945, UU MK, UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, termasuk juga UU Kekuasaan Kehakiman dan Peraturan MK.
Baca Juga:
Jadi Alat Bantu Proses Demokrasi, Perludem: Sirekap Tak Perlu Ditutup
"Kedua, pada kedudukan hukum atau legal standing Pemohon,” kata Fadil secara daring dilansir dari situs Mahkamah Konstitusi.
Sebagai informasi, permohonan dalam perkara pengujian UU Pilkada ini materi yang diujikan oleh Perludem yaitu Pasal 157 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pilkada.
Pasal 157 ayat (1) UU Pilkada menyatakan, “Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.” Pasal 157 ayat (2) UU Pilkada menyatakan, “Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional.” Pasal 157 ayat (3) UU Pilkada menyatakan, “Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.”
Baca Juga:
Pakar Hukum Kepemiluan: Pelanggaran Etik Anwar Usman Tak Akan Gugurkan Paslon
Dalam persidangan yang digelar di MK pada Kamis (8/9/2022), Perludem melalui kuasa hukum Fadli Ramadhanil mengatakan penyelesaian perselisihan hasil pilkada merupakan bagian penting dari sistem penegakan hukum. Proses penyelesaian hasil pilkada adalah garda terakhir untuk melindungi dan memberikan proteksi terhadap proses dan hasil pilkada tetap sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan berintegritas.
“Ketentuan dalam UU a quo menurut kami akan berakibat pada kacaunya proses penyelesaian hasil pilkada karena tidak mungkin menyiapkan suatu lembaga peradilan khusus dalam waktu singkat menjelang dimulainya tahapan pelaksanaan pilkada serentak secara nasional hingga saat ini belum ada bentuk lembaga seperti apa dan kewenangannya apa, mekanismenya seperti apa dan eksistensi kelembagaannya belum ada. Dengan ketentuan dan situasi tersebut menurut kami sebagai Pemohon telah berakibat kepada terancamnya satu tahapan yang penting dari proses penyelenggaraan pilkada yaitu tahapan penyelesaian hasil pilkada,” kata Fadli Ramadhanil.
Fadli menjelaskan, UU Pilkada masih menyebutkan badan peradilan khusus sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan hasil pilkada. Menurut Perludem, hal ini secara terang membuat ketidakpastian hukum yang serius. Maka sudah seharusnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.