WahanaNews.co, Jakarta - Isnar Widodo, mantan Kasubag Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan di Kementerian Pertanian (Kementan), dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Isnar mengungkapkan bahwa Biro Umum di Kementan secara rutin memberikan uang bulanan kepada istri mantan Menteri Pertanian, Ayun Sri Harahap, yang merupakan istri dari Syahrul Yasin Limpo.
Baca Juga:
Kasus Korupsi X-Ray Kementan: KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Kepada SYL
"Selain jamuan makan, apakah mereka meminta fasilitas lainnya?" tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pada hari Rabu (24/4/2024).
"Kadang-kadang uang harian, uang bulanan, Yang Mulia," jawab Isnar, melansir Detik.
"Uang bulanannya siapa?" tanya hakim.
Baca Juga:
Terkait Korupsi Xray Kementan, KPK Periksa 2 Orang Pihak Swasta
Isnar mengatakan permintaan uang bulanan itu disampaikan oleh mantan ajudan SYL, Panji Hartanto. Dia mengaku memberikan uang bulanan itu dalam kurun 2020-2021.
"Apa penyampaiannya?" tanya hakim.
"Penyampaiannya tolong uang bulanan ini dikirim," jawab Isnar.
"Tolong uang bulanan ini terkirim. Ke?" tanya hakim.
"Ke Bu Menteri," jawab Isnar.
Hakim lalu menanyakan berapa uang bulanan tersebut. Isnar mengatakan uang bulanan itu senilai Rp 25-30 juta per bulan.
"Berapa Saudara siapkan per bulannya?" tanya hakim.
"Rp 25 sampai 30 juta, Pak," jawab Isnar.
"Itu dari awal bulan 2020 sampai?" tanya hakim.
"Sampai 2021," jawab Isnar.
"Kurang lebih setahun?" tanya hakim.
"Iya," jawab Isnar.
Untuk diketahui, SYL didakwa terlibat dalam kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan jumlah total Rp 44,5 miliar.
Dia didakwa bersama dua mantan bawahannya, yaitu Sekjen Kementan yang saat ini tidak aktif, Kasdi, dan Direktur Kementan yang juga tidak aktif, M Hatta. Kasdi dan Hatta menjalani sidang dalam perkara yang berbeda.
SYL terungkap juga pernah meminta Biro Umum Kementan mengeluarkan Rp 215 juta untuk membayar tagihan kartu kreditnya. Hal itu terungkap dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Isnar nomor 43 yang dibacakan jaksa KPK dalam persidangan.
"Saya bacakan ya untuk menyingkat waktu, keterangan saksi dalam BAP nomor 43. Mohon izin dibacakan, 'Bahwa ancaman pencopotan saya dari jabatan sebagai Kasubag Rumah Pimpinan Biro Umum dan Pengadaan Kementan 2020-2021, akhirnya pernah terjadi. Menurut saya tersebut, sebagai akumulasi dari penolakan saya mengikuti perintah memenuhi permintaan iuran nonbudgeter SYL dan keluarga. Seingat saya yang terakhir, ada permintaan pembayaran kartu kredit, kurang lebih sebesar Rp 215 juta, yang berakibat saya dan teman-teman Abdul Hafidz, Gempur, dan Musyafak, pada awal tahun 2022 kami dicopot dari jabatan sebelumnya, dari struktural ke jabatan fungsional'. Benar ini?" tanya jaksa.
"Benar," jawab Isnar.
Isnar mengatakan permintaan pembayaran cicilan kartu kredit itu disampaikan oleh Panji. Dia mengatakan tagihan kartu kredit itu merupakan keperluan pribadi SYL.
"Jadi yang memenuhi ini bukan zaman Saudara yang tagihan kartu kredit ini? Kan permintaan terakhir sebelum Saudara dicopot?" tanya jaksa.
"Bukan. Kami disampaikan aja, Pak Musyafak waktu itu, bahwa Panji itu tetap menagih yang kartu kredit itu yang nilai Rp 200 (juta) itu akhirnya yang menyelesaikan waktu itu akhirnya Gempur," jawab Isnar.
"Ini kartu kredit pribadi atau keluarganya yang minta ini?" tanya jaksa.
"Pribadi," jawab Isnar.
"Tapi ada tagihan ini sebelum Saudara dicopot?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Isnar.
Biaya Ultah Cucu
Selain itu, Isnar mengungkap ada permintaan reimburse atau pembayaran untuk acara ulang tahun (ultah) cucu SYL. Namun Isnar tak menjelaskan berapa biaya yang dimintakan ke Kementan.
Mulanya, hakim menanyakan anggaran di Kementan yang dikeluarkan untuk kepentingan keluarga SYL selain untuk anak SYL, Indira Chunda Thita Syahrul. Isnar mengatakan ada anggaran yang dikeluarkan untuk anak SYL, Kemal Redindo Syahrul Putra.
Isnar mengatakan permintaan uang untuk kepentingan Dindo tak disampaikan secara langsung. Dia mengatakan permintaan itu juga disampaikan melalui Panji atau ajudan Dindo bernama Aliandri.
"Saudara kenal? Ketemu langsung?" tanya hakim.
"Kalau permintaan nggak lewat langsung, Yang Mulia. Lewat Panji atau Aliandri," jawab Isnar.
Isnar mengatakan Aliandri meminta pengeluaran perayaan ulang tahun anak Dindo di-reimburse oleh Kementan. Dia mengatakan perayaan ultah itu ada di Makassar dan Jakarta.
"Putranya Bang Dindo ulang tahun gitu, minta di-reimburse ke kami," jawab Isnar.
Isnar mengaku menerima bon pengeluaran acara ultah tersebut. Namun Isnar mengaku pernah mengulur waktu untuk membayarnya hingga berujung ditegur dan diancam mutasi.
"Ini dibayar. Total segini tolong dibayar," jawab Isnar.
"Misal diserahkan hari ini, Saudara biasanya bayar berapa lama? Apakah besoknya?" tanya hakim.
"Kadang-kadang kami ulur-ulur bisa sampai satu minggu, Yang Mulia," jawab Isnar.
Isnar mengaku mendapat teguran jika bon itu tak dibayar dalam kurun waktu seminggu. Dia mengaku terpaksa memenuhi permintaan itu lantaran takut jabatannya terancam.
"Kalau sudah lewat satu minggu, apakah ada yang hubungi Saudara? Menegur?" tanya hakim.
"Ada, Yang Mulia, ya Panji sama Ali," jawab Isnar.
"Apa teguran ke Saudara?" tanya hakim.
"Kalau diulur-ulur, marah itu Pak Dindo-nya itu. Nanti kamu bisa dipindah," jawab Isnar menirukan teguran kepadanya.
"Jadi Saudara menyerahkan uang tadi itu, atas nama keluarga menteri itu karena Saudara sukarela atau terpaksa?" tanya hakim.
"Terpaksa, Yang Mulia," jawab Isnar.
Sebelumnya, saksi yang dihadirkan juga mengungkapkan bahwa pihak SYL pernah meminta dana untuk keperluan perawatan kulit atau skincare anaknya, Thita, serta cucunya. Jumlah uang yang diminta mencapai Rp 50 juta.
Selain itu, SYL juga dikabarkan meminta Kementan untuk menyiapkan emas senilai Rp 7-8 juta sebagai hadiah saat menghadiri undangan.
Selain itu, Kementan juga mengeluarkan dana sebesar Rp 430 juta untuk membayar cicilan mobil Alphard milik SYL.
Dalam kasus ini, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 44,5 miliar.
Dia didakwa bersama dua mantan bawahannya, yaitu Sekjen Kementan yang nonaktif, Kasdi, dan Direktur Kementan yang juga nonaktif, M Hatta. Kasdi dan Hatta menjalani sidang dalam perkara yang berbeda.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]