WahanaNews.co | Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa 'pihak yang berwenang' untuk membantu dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, adalah pengadilan negeri.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Putusan itu atas permohonan yang diajukan oleh pasangan suami istri, Johanes Halim dan Syilfani Lovatta Halim. MK dalam pertimbangannya menyebutkan:
Dengan demikian, pihak kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sendiri secara paksa misalnya dengan meminta bantuan aparat kepolisian, apabila mengenai cidera janji (wanprestasi) oleh pemberi hak fidusia (debitur) terhadap kreditur yang masih belum diakui oleh debitur dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia.
"Dengan pertimbangan di atas m,aka telah jelas dan terang benderang bahwa kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri secara paksa dan harus mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri," kata kuasa pemohon, Eliadi Hulu, kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Selanjutnya, kata Eliadi Hulu, salah satu hal penting dalam putusan di atas yang selama ini menjadi kekhawatiran masyarakat khususnya debitur adalah pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi jaminan fidusia.
Selama ini banyak kreditur yang menggunakan kekuasaan untuk menakut-nakuti debitur dengan menggunakan polisi padahal antara kreditur dan debitur belum ada kesepakatan mengenai cedera janji.
"Pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi tentunya mengakibatkan ketakutan bagi debitur sehingga mau tidak mau dan secara terpaksa menyerahkan objek jaminan fidusia padahal belum tentu kreditur benar dalam hal ini. Untuk menghindari hal tersebut maka masyarakat sudah bisa berpegang pada putusan MK ini," papar Eliadi Hulu.