WAHANANEWS.CO, Jakarta - Anggota TNI Angkatan Darat (AD) sebagai juru bayar pada Bekang Kostrad Cibinong periode 2014—2021 Pembantu Letnan Dua (Pelda) Purnawirawan Dwi Singgih Hartono dituntut 14 tahun penjara terkait dengan kasus dugaan korupsi kredit fiktif BRIguna Bekang Kostrad Cibinong tahun 2019—2023 pada lokasi BRI Unit Menteng Kecil.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Juli Isnur meyakini Dwi Singgih terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
Baca Juga:
Korupsi Pembangunan Masjid Agung Madaniyah Karanganyar, 2 Jadi Tersangka
"Hal ini sebagaimana diatur dalam dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/5/2025) melansir Antara.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut agar Dwi Singgih dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Dwi Singgih turut dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp49,02 miliar subsider 7 tahun penjara.
Baca Juga:
2 Tersangka Korupsi Masjid Rp101 M di Karanganyar Ditahan
JPU menilai perbuatan korupsi itu dilakukan Dwi Singgih, antara lain, bersama dengan karyawan PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) Cabang Menteng Kecil periode 2019—2023 Nadia Sukmaria, Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode 2019—2022 Rudi Hotma, dan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode 2022—2023 Heru Susanto, yang disidangkan secara bersamaan.
Ketiganya turut dituntut agar dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut, serta dituntut agar dinyatakan melanggar pasal yang sama.
Kendati demikian, Nadia hanya dituntut agar dikenakan pidana penjara selama 7 tahun. Sementara, Rudi dan Heru masing-masing selama 5 tahun penjara.
Ketiganya juga dituntut agar dijatuhkan pidana denda dengan besaran yang sama dengan Dwi Singgih, yakni Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, ketiga terdakwa dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, yang meliputi Nadia sebesar Rp29,8 juta; Rudi Rp65,5 juta; dan Heru Rp26,5 juta.
Sebelum mengajukan tuntutan, JPU menuturkan terdapat beberapa hal memberatkan dan meringankan yang dipertimbangkan. Hal memberatkan meliputi perbuatan para terdakwa menghambat program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Selain itu, perbuatan para terdakwa telah bersekongkol untuk merugikan keuangan negara sejumlah Rp57,05 miliar. Khusus Dwi Singgih, hal memberatkan yang turut dipertimbangkan, yakni tidak memiliki iktikad baik untuk mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Sementara hal-hal yang meringankan, yaitu para terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggung jawab kepada keluarga. Lalu Rudi dan Heru telah mengembalikan sebagian uang yang telah dinikmatinya," tutur JPU.
Dalam kasus tersebut, Dwi Singgih didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp57,05 miliar dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, salah satunya memperkaya diri Dwi Singgih sebesar Rp56,79 miliar.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan korupsi dilakukan Dwi Singgih untuk memperkaya beberapa pihak lain, yaitu Nadia senilai Rp29,8 juta; Rudi Hotma Rp65,5 juta; Heru Rp26,5 juta; Antonius HPP Rp20 juta; Muyasir Rp4 juta; Wiwin Tinni Rp1 juta, Herawati Rp1,8 juta; serta Maman dan Sutrisno masing-masing sebesar Rp53,5 juta.
Adapun perbuatan korupsi yang dilakukan Dwi Singgih diduga antara lain dengan melakukan pemalsuan data-data persyaratan pengajuan permohonan kredit BRIguna ke BRI Unit Menteng Kecil pada periode 2019-2023.
[Redaktur: Alpredo Gultom]