WahanaNews.co | Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membebaskannya dari tuntutan pidana penjara seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Permohonan itu disampaikan dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1).
Baca Juga:
Ini Rincian Diskon Hukuman 3 Terdakwa Pembunuhan Brigadir J
"Memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini agar berkenan menyatakan membebaskan terdakwa Ferdy Sambo dari seluruh dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala tuntutan hukum," ujar penasihat hukum Sambo, Arman Hanis.
Sambo juga meminta agar majelis hakim memulihkan nama baik dan harkat martabatnya seperti sedia kala.
Selain itu, majelis hakim diminta memberi perintah kepada institusi Polri agar melepaskan garis polisi yang terpasang di rumah Sambo yang terletak di Jl. Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan yang merupakan tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir J.
Baca Juga:
Batalkan Hukuman Mati, MA Ubah Vonis Mati Ferdy Sambo Jadi Seumur Hidup
Lewat nota pembelaan, Sambo menegaskan sejak awal tak pernah merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Menurutnya, peristiwa itu terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat dirinya dan sang istri yang menjadi korban pemerkosaan.
"Baik saya maupun istri saya telah didudukkan sebagai terdakwa dalam persidangan ini dan berada di dalam tahanan, sementara empat orang anak-anak kami terkhusus yang masih balita juga punya hak dan masih membutuhkan perawatan juga perhatian dari kedua orang tuanya," ujar Sambo.
Sambo juga mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah melakukan tindak pidana di masyarakat, melakukan pelanggaran etik maupun disiplin di kepolisian.
Selama 28 tahun mengabdikan diri kepada institusi Polri, Sambo mengaku telah mendapat berbagai penghargaan di antaranya Bintang Bhayangkara Pratama yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia dan penghargaan tertinggi dari Polri berupa enam PIN Emas Kapolri atas pengungkapan berbagai kasus penting di kepolisian.
Sambo pun mengungkapkan sederet kasus besar yang pernah ditangani selama menjadi anggota Polri seperti pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti empat ton 212 kilogram sabu, kasus Djoko Chandra, dan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelamatkan pekerja migran Indonesia di luar negeri.
"Atas perkara ini saya telah dijatuhi hukuman administratif dari Polru berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri, akibatnya saya telah kehilangan pekerjaan, dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apapun termasuk uang pensiun, sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga," kata Sambo.
Oleh karena itu, Sambo meminta agar majelis hakim memberikan keputusan yang adil berdasarkan hukum dan penilaian yang objektif atas fakta dan bukti yang telah dihadirkan di persidangan.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup lantaran dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menghalangi proses penyidikan kematian Brigadir J.
Sambo dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Sambo juga dinilai melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [rgo]