WAHANANEWS.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya pertemuan antara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dengan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, dalam kasus suap Harun Masiku.
Dalam persidangan, jaksa menyatakan bahwa Hasto dan Harun Masiku mendatangi ruang kerja Hatta Ali untuk membahas fatwa terkait putusan MA Nomor 57P/HUM/2019.
Baca Juga:
Makin Memanas, KPK Tantang Hasto Tunjukan Bukti Jika Tak Terlibat Kasus Harun Masiku
"Saat Fatwa MA diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI, Terdakwa dan Harun Masiku sedang berada di ruang kerja Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dan menerima fatwa tersebut," ungkap jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (15/3/2025).
Berdasarkan putusan MA tersebut, Harun Masiku berpotensi menggantikan Nazarudin Kiemes, caleg terpilih nomor satu dari Dapil Sumatera Selatan 1 dengan perolehan suara lebih dari 30.000.
Jaksa menjelaskan bahwa pada 8 Juli 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima surat dari MA terkait gugatan uji materi yang diajukan PDI Perjuangan.
Baca Juga:
Terkait Kasus Harun Masiku dan Hasto, KPK Pastikan Akan Periksa Djan Faridz
Putusan MA Nomor 57P/HUM/2019 mengabulkan gugatan partai tersebut, yang pada intinya memberi kewenangan kepada partai politik untuk menentukan kader terbaik guna menggantikan caleg terpilih yang telah meninggal dunia.
Menindaklanjuti putusan tersebut, pada Juli 2019, DPP PDI Perjuangan menggelar Rapat Pleno dan menetapkan bahwa Harun Masiku berhak menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemes sebanyak 34.276 suara.
"Terdakwa, selaku Sekjen PDIP, meminta Donny Tri Istiqomah untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU RI. Setelah itu, Terdakwa memberitahukan keputusan tersebut kepada Harun Masiku di Kantor DPP PDIP," lanjut jaksa.
Selanjutnya, PDI Perjuangan mengirim surat ke KPU agar perolehan suara Nazarudin Kiemes dialihkan kepada Harun Masiku.
Namun, KPU RI menolak permohonan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pada 31 Agustus 2019, Hasto bersama Donny bertemu dengan Wahyu Setiawan di kantor KPU.
Jaksa menyebut bahwa dalam pertemuan itu, Hasto mengajukan dua permintaan, yaitu menggantikan caleg terpilih Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku dan meminta KPU mengakomodasi permohonan tersebut. Namun, KPU tetap melantik Riezky Aprilia sebagai anggota DPR.
Menanggapi perbedaan pendapat dengan KPU, PDI Perjuangan kembali meminta fatwa dari MA.
Surat permohonan tersebut ditandatangani oleh Hasto dan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, selaku Ketua DPP PDI Perjuangan.
"Surat tersebut pada intinya meminta fatwa kepada Mahkamah Agung RI agar KPU RI melaksanakan amar putusan MA Nomor 57P/HUM/2019, tanggal 19 Juli 2019," ungkap jaksa.
Pada 23 September 2019, MA menerbitkan Surat Nomor 37/Tuaka/TUN/2019, yang menegaskan bahwa penetapan suara caleg yang meninggal dunia merupakan kewenangan pimpinan partai politik untuk menunjuk pengganti terbaik.
Saat itulah, Hasto dan Harun Masiku menemui Hatta Ali di ruang kerjanya di Gedung Mahkamah Agung guna meminta fatwa tersebut.
Eks Komisioner Bawaslu sekaligus kader PDI Perjuangan, Agustiani Tio Fridelina, mengirim draft surat permohonan pelaksanaan fatwa MA kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Baik Wahyu maupun Agustiani telah divonis bersalah dalam kasus suap terkait Harun Masiku.
Menurut jaksa, fatwa ini menjadi dasar bagi PDI Perjuangan untuk meminta perhitungan ulang perolehan suara Dapil Sumsel 1 atau agar KPU langsung menetapkan keputusan berdasarkan surat DPP PDI Perjuangan.
Jaksa juga mengungkap bahwa Wahyu Setiawan berjanji akan mengupayakan permintaan tersebut secara optimal.
Pada 6 Desember 2019, DPP PDI Perjuangan kembali mengajukan surat kepada KPU, meminta pelaksanaan fatwa tersebut.
Surat ini ditandatangani oleh Ketua Umum PDI Perjuangan dan Hasto Kristiyanto, serta melampirkan fatwa MA, yang menegaskan permohonan pergantian antar waktu (PAW) untuk Harun Masiku menggantikan Riezky Aprilia.
Pada 6 Januari, Wahyu Setiawan bertemu dengan Hasyim Asyari untuk membahas pertemuan dengan utusan PDI Perjuangan, Agustiani Tio, yang ingin berkonsultasi mengenai prosedur dan mekanisme PAW Harun Masiku.
Namun, karena Riezky Aprilia telah resmi dilantik, PAW tidak dapat dilakukan.
Atas perbuatannya, Hasto terancam dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]