"Artinya, aparat penegak hukum bekerja dengan dipengaruhi oleh latar sosial mereka, termasuk keberpihakan poitik mereka. Bukan hanya politik eksternal, tapi juga politik internal (makanya ada istilah organizational politics)," ujar Reza.
Dia mengambil salah satu 'potret' politik internal Polri lewat catatan suatu riset soal klik (kelompok kecil tanpa struktur formal dengan kepentingan bersama).
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Keberadaan klik atau 'geng-gengan' di internal Polri sudah menjadi kepastian dari masa ke masa. Riset itu menyatakan 40% personel memandang bahwa klik di tubuh Polri harus dilarang.
"Berpijak pada fenomena universal itu, pimpinan lembaga kepolisian memang perlu mewaspadai adanya kelompok-kelompok di lingkup internalnya yang berpotensi mengganggu, termasuk mengganggu kerja penegakan hukum," kata Reza.
Klik atau 'geng-gengan' membuat suasan asaling sikut (politicking) menjadi mudah terjadi.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
Dia berharap 'budaya' semacam itu tidak lagi dilestarikan di internal Polri.
"Untuk itu, sangat konstruktif apabila pimpinan institusi kepolisian menginstruksikan seluruh jajaran agar tidak menghalang-halangi ataupun mengintervensi kerja penegakan hukum. Setiap pelanggar instruksi tersebut perlu dikenai sanksi organisasi bahkan-mungkin-sanksi pidana," tutur Reza.
Meski begitu, tentu ini adalah penafsiran Reza atas pernyataan Mahfud Md.