Mengapa dua nama buronan dikatakan fiktif sedangkan Pegi dilarang untuk berbicara pada saat konferensi pers Polda Jawa Barat? Apakah memang ada bukti yang kuat atas keputusan tersebut? Bagaimana dengan teriakan Pegi yang merasa difitnah oleh Polri? Lalu jika memang Pegi adalah benar pelaku yang buron, mengapa lima terpidana lainnya mengatakan bukan Pegi sebagai pelakunya?
Berbagai kejanggalan ini lah yang menyebabkan Keluarga Vina maupun publik memiliki persepsi bahwa kasus Vina Cirebon semakin janggal dan mungkin saja melibatkan pejabat pemerintah tertentu.
Baca Juga:
Tanggapan Kapolri atas Kekalahan Polda Jabar dalam Praperadilan Pegi Setiawan
Bila menganalisa dasar forensik dari sudut kajian kriminologi Forensik, buku berjudul Forensic Criminology yang ditulis oleh Petherick, Turvey, & Ferguson (2010) bisa menjadi pegangan. Pada buku tersebut dijabarkan dua klaster analisis yaitu: (1) nomothetic examination dan (2) idiographic examination.
"Poin pertama lebih berfokus pada analisis makro dimana investigasi dan pengetesan yang dilakukan berfokus pada sistem, proses, pengelompokan pola, dan karakteristik lainnya yang sejenis. Oleh karena itu, poin ini lebih sering dikaitkan dengan tes dan eksperimen biologis melalui laboratorium," jelas Arsenius yang merupakan Kriminolog dari Universitas Budi Luhur.
"Sedangkan poin kedua lebih berfokus pada analisis mikro dimana investigasi dan pengetesan yang dilakukan berfokus pada tes secara individual yang terlibat dalam kasus, menemukan keunikan tertentu dari mereka, dan pendalaman secara interpersonal. Oleh karena itu, poin ini lebih sering dikaitkan dengan interpretasi sosial dari penyidik terhadap manusia lain yang terlibat dalam suatu kasus, baik itu terduga, saksi mata, tersangka, keluarga korban maupun pelaku, dan lain sebagainya," papar Arsenius lebih mendalam.
Baca Juga:
Menanti Nasib Kombes Surawan Usai Pegi Setiawan Menangkan Praperadilan
Dua klaster analisis ini, lanjut jebolan Universitas Indonesia tersebut, seharusnya digunakan secara bersamaan. Akan tetapi nomothetic terkadang memiliki kendala kerusakan dan/atau hilangnya barang bukti biologis. Sedangkan keterbatasan ideographic adalah daya nalar, ketidakjujuran, dan bahkan hilangnya kontak.
"Berkaca dari hal tersebut, proses hukum kasus Vina Cirebon tentu akan mengalami hambatan yang sangat besar jika menggunakan analisis nomothetic," lugasnya.
Jeda waktu delapan tahun sudah pasti merusak seluruh bukti biologis yang telah dikumpulkan sebelumnya. Terlebih lagi giat prarekonstruksi pembunuhan yang digelar oleh Polda Jawa Barat bersama Polres Cirebon di enam titik TKP pada 29 Mei 2024. Tidak mungkin bukti fisik seperti darah, tubuh korban, atau barang bukti lainnya yang dapat dikumpulkan di lokasi-lokasi tersebut.