WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejagung) periksa lima mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemperin) yang diduga terlibat kasus korupsi importasi garam industri.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, mereka yang diperiksa adalah K, DS, AR, MK, dan SA.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
“K, DS, AR, MK, SA, diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan dugaan korupsi impor garam industri di Kementerian Perdagangan,” kata Ketut dalam siaran pers, Rabu (6/7/2022).
K adalah Kasan yang diperiksa selaku Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Perdaglu ) Kemendag 2020. DS adalah Didi Sumedi yang diperiksa selaku Dirjen Perdaglu Kemendag 2020.
AR adalah Abdul Rochim, diperiksa selaku Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin 2019.
Baca Juga:
Jadi Saksi Kasus Impor Garam, Kejagung Periksa Mantan Dirjen di Kemenperin
MK adalah Muhammad Khayam, diperiksa selaku Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin 2019.
Terakhir, SA adalah Sri Agustina, diperiksa selaku Dirjen Perdaglu 2020.
“Saksi-saksi tersebut diperiksa oleh penyidik untuk mengetahui tentang regulasi dan persetujuan impor garam industri,” kata Ketut.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin pada Senin (27/6), mengatakan kasus tersebut terkait pemberian persetujuan impor garam industri di Kemendag 2016-2022.
Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada 21 perusahaan importir swasta. Namun tiga perusahaan diduga menyalahgunakan persetujuan impor tersebut, yakni PT MTS, PT SM, dan PT UI.
Tiga perusahaan tersebut mendapatkan kuota impor garam sebanyak 3,77 juta ton, dengan nilai total Rp 2,05 triliun.
Akan tetapi, dalam pemberian izin tersebut, otoritas di Kemendag tak melakukan verifikasi, utamanya menyangkut pengecekan stok garam produksi petani di dalam negeri.
“Akibat dari pemberian izin impor tersebut merugikan perekonomian negara karena adanya kelebihan garam impor yang lebih murah, dan membuat garam lokal tidak dapat bersaing (dijual) di pasar sendiri,” ujar Burhanuddin. [rin]