WahanaNews.co, Jakarta – Terkait revisi Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan, mereka telah berkoordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara untuk segera menyerahkan surat presiden (surpres).
Revisi tersebut bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan pilkada dari November ke September 2024.
Baca Juga:
Pemerintah Sahkan UU 61/2024 tentang Perubahan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara
Pelaksana harian (Plh) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Togap Simangunsong menjelaskan, pemerintah akan segera mempercepat proses penerbitan surpres revisi UU Pilkada. Tujuannya agar surat tersebut dapat segera disahkan ke DPR untuk dibahas bersama.
"Memang kita harapkan RUU (Pilkada) ini, perubahan ini selesai paling lambat bulan Februari ini, paling lambat," ujar Togap dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2024) melansir Republik.co.id.
Kemendagri sudah melakukan komunikasi informal dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tujuannya untuk membuat simulasi tahapan pelaksanaan pilkada serentak yang akan dimajukan ke September 2024.
Baca Juga:
Muhaimin Iskandar Minta Pemerintah Segera Buat Peraturan Turunan UU KIA
"KPU sudah membuat semacam simulasi-simulasinya untuk itu. Tentu bisa kita percepat nantinya," ujar Togap.
DPR telah menetapkan revisi UU Pilkada menjadi RUU inisiatif DPR pada November 2023. Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menyusun drafnya mengungkapkan, setidaknya ada tiga poin utama dalam revisi tersebut.
"Satu adalah penyesuaian norma berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Karena itulah kita masukkan ke dalam kumulatif terbuka dan tidak perlu masuk dalam Prolegnas, sebagaimana yang sering kita lakukan," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Kedua, akan merevisi pasal terkait jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak. Dari awalnya akan digelar pada November, jika revisi tersebut disahkan menjadi undang-undang, pilkada akan dilaksanakan pada September.
"Ketiga adalah menyangkut soal pelantikan secara serentak dengan berbagai macam konsekuensinya," ujar Supratman.
Dalam naskah akademik yang dibacakan tenaga ahli dari Baleg, setidaknya ada tiga pertimbangan yang membuat DPR memilih untuk merevisi UU Pilkada. Padahal awalnya, percepatan pelaksanaan Pilkada 2024 akan diatur lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Pertimbangan pertama adalah bawah seluruh kepala daerah definitif akan berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024. Kondisi tersebut membuat seluruh daerah tak memiliki kepala daerah definitif pada Januari 2025.
"Dapat berdampak pada melemahnya sistem tata kelola pemerintahan daerah yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan politik. Mengingat kepala daerah yang bukan definitif memiliki keterbatasan kewenangan," ujar tenaga ahli Baleg DPR, Widodo kala membacakan naskah akademik revisi UU Pilkada.
[Redaktur: Alpredo Gultom]