Mereka mengatakan, Pancasila dan UUD 1945 tidak akan bertahan lama, Islam tidak mengenal toleransi, hingga banyak kyai zaman dahulu yang banyak berbohong.
"Kiai-kiai di zaman dulu banyak bohongnya. Nah ini melukai umat muslim juga. Kemudian, demokrasi dilaksanakan harus dengan senjata. Yang lebih parah lagi, selain website dan buletin mereka ada lembaga dan pengkaderan," ucap Hengki.
Baca Juga:
Polisi Cokok Menteri Penerimaan Zakat di Lampung
Pendidikan yang dilaksanakan selain dengan media syiar itu, yakni melalui lembaga pendidikan dan pengkaderan, Hengki mengatakan, telah memeriksa bersama dengan Kementerian Agama. Hasilnya lembaga pendidikan yang mereka sebut pesantren, faktanya kata Hengki bukanlah pesantren.
"Tidak memenuhi persyaratan sebagai persantren. Mereka memiliki 25 pondok pesantren, sementara ya. Tetapi, apabila dihitung unitnya karena ada tingkatannya, yaitu terdiri dari 31," ujar Hengki.
Lembaga pendidikan yang mereka sebut pesantren ini kata Hengki kurikulumnya diatur oleh murabbi untuk masing-masing pimpinan pondok pesantren. Pimpinan pesantren itu dalam struktur organisasi Khilafarul Muslimin kata Hengki setara dengan Menteri Pendidikan.
Baca Juga:
Khilafatul Muslimin Lakukan Hidden Crimes, Artinya Apa Sih?
Kurikulum pendidikan yang dibuat mereka berbasiskan khilafah dan tak pernah mengajarkan Pancasila maupum UUD 1945. Mereka juga diajarkan hanya taat kepada kholifah sedangkan kepada pemerintah Indonesia tidak wajib.
Diajarkan juga bahwa sistem pemerintahan yang dikenal adalah khilafah dan diluar itu diajarkan sebagai sistem thogut, atau buatan setan maupun iblis.
"Semua lembaga pendidikannya tidak mengacu kepada perundang-undangan nasional. Apakah itu UU Sisdiknas maupun UU Pesantren. Memang dalam UU tersebut mewajibkan berazaskan Pancasila dan UUD 1945," kata Hengki.