"Kedua, pemiskinan koruptor dengan melakukan penerapan asset koruptor melalui asset tracing. Guna pemulihan keuangan negara, sehingga pendekatan hukum tidak sekedar pemidanaan badan. Tetapi juga bagaimana kerugian negara dapat dipulihkan secara maksimal," ujarnya.
Selain itu, Burhanuddin mengungkapkan, bisa juga melakukan gugatan perdata bagi pelaku yang telah meninggal dunia atau diputus bebas, tetapi secara nyata telah adanya kerugian negara.
Baca Juga:
Skandal Pemotongan Dana BOK, Kejati Sumut Tahan Eks Kadinkes Tapanuli Tengah
Restorative justice ini selaras dengan teori ekonomi yang menjelaskan proses penegakan hukum secara efisien harus mempertimbangkan rasionalitas perhitungan biaya penanganan tindak pidana korupsi. Mulai dari penyelidikan hingga pelaksanaan putusan inkrah.
Dengan demikian, negara tidak mengalami peningkatan jumlah kehilangan keuangan negara akibat perbuatan korupsi yang telah dilakukan pelaku. Karena nantinya negara akan kembali menanggung biaya-biaya penanganan perkara yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Teori ekonomis analisis off law sejalan dengan konsep keadilan restorative justice dalam mewujudkan sistem peradilan yang sederhana cepat, dan biaya ringan yang dapat menghemat anggaran dengan memperhitungkan anggaran secara cermat maka aparat penegak hukum dapat lebih fokus kepada perkara korupsi yang besar yang membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit," jelas Burhanuddin.
Baca Juga:
Hari Ini, 40 Capim KPK Jalani Penilaian Profil
Tak hanya itu, ia juga mencontohkan kasus tindak pidana korupsi di Kota Pontianak dalam perkara pungutan liar atau pungli dengan nilai Rp 2,2 juta. Burhanuddin mempertanyakan, apakah kasus pungli itu harus diproses dan disidangkan dengan mekanisme hukum tindak pidana korupsi?
Hal itu dikarenakan, dalam penanganan tindak pidana atau perkara korupsi tidaklah murah. Karena dapat mencapai ratusan juta Rupiah.
“Negara menanggung biaya hingga ratusan juta Rupiah untuk menuntaskan sebuah perkara tindak pidana korupsi. Hal ini tentunya tidak sebanding antara biaya operasional dengan hasil tindak pidana korupsi yang diperbuat oleh pelaku.”