"Dan ditambah lagi apabila si terpidana masuk dan kita eksekusi di dalam lapas, berapa per harinya uang makan yang harus keluar? Ini adalah ibarat peribahasa besar pasak daripada tiang," paparnya.
Burhanuddin, meskipun kejahatan pungli telah marak dan meresahkan. Dalam upaya pemberantasan kasus tersebut, menurutnya, sedapat mungkin tidak menimbulkan beban finansial bagi keuangan negara.
Baca Juga:
Skandal Pemotongan Dana BOK, Kejati Sumut Tahan Eks Kadinkes Tapanuli Tengah
"Terlebih semangat yang terkandung di dalam rezim pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini adalah pemulihan atau penyelamatan uang negara seoptimal mungkin," tuturnya.
Selain itu, adanya asas peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan, efektif efisien juga perlu diterapkan. Ia kembali memberikan contoh kasus korupsi di Indonesia Timur atau daerah kepulauan, yang mana proses persidangannya harus ditempuh melalui jalur darat, laut dan udara untuk menuju Ibu Kota provinsi kasus persidangan perkara.
"Bisa bapak-bapak, teman-teman bayangkan bagaimana perkara itu kalau terjadi di Pulau Nias harus disidangkan di Medan. Bagaimana perkara yang terjadi di Kepulauan Natuna harus disidangkan di Kepri," jelasnya.
Baca Juga:
Hari Ini, 40 Capim KPK Jalani Penilaian Profil
"Berapa waktu yang harus habis? berapa dana yang harus diserap? Apabila korupsinya berskala kecil, akan menjadi beban negara. Jadi, tidak sebanding antara biaya operasional yang dikeluarkan dengan kerugian negara yang hendak diselamatkan," tutup Burhanuddin. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.