WAHANANEWS.CO - Pemerintah bersama DPR menargetkan dua Kitab Undang-Undang pidana baru, yakni KUHP dan KUHAP hasil pembaruan, resmi berlaku mulai awal 2026 sebagai tonggak perubahan besar sistem hukum pidana nasional.
Target pemberlakuan itu ditetapkan pada Kamis (2/1/2026) setelah DPR lebih dulu mengesahkan revisi KUHP pada 6 Desember 2022 yang kemudian ditandatangani Presiden pada 3 Januari 2023.
Baca Juga:
Pasal 603 KUHP Baru Sebagai Delicta Commune, Delik Materil, Modifikasi Sistem Delphi, dan Core Crime Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor
DPR juga mengesahkan revisi KUHAP pada 18 November 2025, disusul pengesahan RUU Penyesuaian Pidana sebagai prasyarat agar kedua kitab undang-undang tersebut dapat diberlakukan secara bersamaan.
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini telah menandatangani KUHAP baru, meskipun hingga kini nomor undang-undangnya belum diumumkan secara resmi.
Sementara itu, KUHP yang lebih dahulu disahkan telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
Baca Juga:
KUHAP Baru, Peradi SAI Buka Suara Singgung Akses CCTV untuk Advokat
“Undang-Undang ini akan mulai berlaku nanti tanggal 2 Januari 2026,” kata Ketua DPR Puan Maharani dalam jumpa pers usai rapat paripurna pengesahan KUHAP di kompleks parlemen.
Dua kitab undang-undang ini menggantikan regulasi pidana peninggalan pemerintah kolonial yang selama puluhan tahun menjadi dasar sistem peradilan pidana Indonesia.
Sejumlah ketentuan dalam KUHP baru menjadi sorotan publik karena dinilai membawa perubahan signifikan.
Salah satu pasal yang diatur adalah ketentuan unjuk rasa tanpa pemberitahuan kepada aparat kepolisian yang diancam pidana penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebagaimana tercantum dalam Pasal 256.
KUHP baru juga mengatur ketentuan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden sebagai delik aduan yang hanya dapat diproses jika ada laporan langsung dari pihak yang bersangkutan.
Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 217 hingga Pasal 240 dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
Selain itu, KUHP baru memuat larangan penyebaran ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang diatur dalam Pasal 188 dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
Pasal larangan tersebut bahkan disorot Perserikatan Bangsa-Bangsa karena dinilai berpotensi multitafsir, mengingat kajian ajaran tersebut selama ini diajarkan di lingkungan akademik.
Dalam ketentuan lanjutan, ancaman pidana dapat meningkat hingga tujuh sampai sepuluh tahun penjara apabila perbuatan tersebut bertujuan mengganti Pancasila atau menimbulkan kerusuhan.
Namun KUHP juga memberikan pengecualian dengan menegaskan bahwa kajian ajaran tersebut untuk kepentingan ilmu pengetahuan tidak dipidana.
KUHP baru turut mengatur ketentuan pidana bagi koruptor dengan menurunkan batas pidana minimal menjadi dua tahun penjara, lebih rendah dibandingkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur minimal empat tahun.
Selain itu, pidana kerja sosial diperkenalkan sebagai pidana pokok alternatif yang tidak diatur dalam KUHP lama.
Pidana kerja sosial hanya berlaku untuk tindak pidana ringan dengan kriteria tertentu, seperti tidak berulang, tidak menimbulkan korban, dan ancaman pidana di bawah lima tahun.
Beberapa contoh tindak pidana yang dapat dijatuhi pidana kerja sosial antara lain penghinaan ringan, pelanggaran ketertiban umum ringan, serta perusakan kecil tanpa kekerasan.
Sementara itu, KUHAP baru juga memuat sejumlah pembaruan penting dalam hukum acara pidana.
Pasal 236 KUHAP baru mengakomodasi kelompok rentan dengan memungkinkan penyandang disabilitas menjadi saksi meskipun tidak melihat atau mendengar langsung suatu peristiwa.
KUHAP baru juga menegaskan perlindungan terhadap saksi dan korban dari penyiksaan, intimidasi, serta perlakuan tidak manusiawi selama proses hukum.
Ketentuan penahanan turut diperbarui dengan menambahkan alasan penahanan seperti mengabaikan dua kali panggilan penyidik tanpa alasan sah atau menghambat proses pemeriksaan.
Hak tersangka dan terdakwa diperluas, termasuk jaminan mendapatkan bantuan hukum dan hak mengajukan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif.
KUHAP baru secara eksplisit mendefinisikan keadilan restoratif dan memberikan kewenangan kepada penyidik untuk menyelesaikan perkara melalui mekanisme tersebut.
Selain itu, peran advokat diperkuat dengan pemberian hak imunitas serta akses lebih luas terhadap alat bukti dan dokumen pemeriksaan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]