WahanaNews.co | Komisi Yudisial (KY) meyakini informasi yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal "gerakan bawah tanah" yang mengintervensi putusan kasus Ferdy Sambo dapat dipertanggungjawabkan.
"Kalau statement itu keluar dari Pak Mahfud, tentu ada informasi pendukungnya dan dapat dipertanggungjawabkan," ujar Juru Bicara KY Miko Ginting, melansir Kompas.com, Senin (23/1/2023).
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Miko mengakui, sejak awal kasus dugaan pembunuhan yang melibatkan mantan polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu bergulir, KY sudah mewanti-wanti adanya risiko yang bisa saja terjadi.
Bahkan, KY telah mengusulkan sejumlah saran kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Misalnya, safe house bagi majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
"Memang dari awal kasus ini kental dengan risiko terkait terganggunya kemandirian hakim. Untuk itu, sejak awal KY mengusulkan beberapa hal, misalnya pengamanan khusus terhadap hakim," papar Miko.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
Selain itu, lanjut Miko, Komisi Yudisial juga tetap melakukan pemantauan jalannya persidangan perkara yang menjadi perhatian publik tersebut.
Menurut dia, kemandirian hakim untuk dapat memberikan keadilan bagi semua pihak itu merupakan tanggung jawab banyak pihak, termasuk KY, Mahkamah Agung (MA), dan aparat penegak hukum.
"Pihak pemerintah, dalam hal ini paling tidak Pak Mahfud, pasti juga sudah menyiapkan beberapa strategi antisipatif terkait hal ini," tutur Miko.
Sebelumnya diberitakan, Mahfud MD tengah mencium "gerakan bawah tanah" yang sengaja memengaruhi putusan atau vonis terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo menjadi terdakwa bersama dengan istrinya, Putri Candrawathi, dua ajudannya Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR, dan satu orang asisten rumah tangga (ART)-nya bernama Kuat Ma'ruf.
Tak tanggung-tanggung, Mahfud MD menyebutkan bahwa gerakan itu sebagai gerilya. Ada yang meminta Ferdy Sambo dihukum, ada juga yang meminta eks Kadiv Propam itu dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.
Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh. Meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta siapapun pihak yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.
"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucap Mahfud.
"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," tegasnya.
Adapun lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J telah menjalani sidang tuntutan. Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan yakni pada Senin (16/1/2023). Kuat dituntut pidana penjara 8 tahun. Setelah Kuat, giliran Ricky Rizal atau Bripka RR yang menjalani sidang tuntutan. Sama dengan Kuat, mantan ajudan Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar. eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup. Berikutnya, Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Oleh jaksa, Putri dituntut pidana penjara 8 tahun.
Terakhir, Richard Eliezer menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023) siang. Anggota Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada) itu dituntut pidana penjara 12 tahun. [eta]