WahanaNews.co | Di mata ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, penggunaan lie detector atau alat deteksi kebohongan tidaklah produktif untuk mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Reza Indragiri Amriel justru menilai penggunaan lie detector justru memunculkan kesan teatrikal dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J.
Baca Juga:
Pengamat Desak Polisi Buka Catatan Kejahatan Kekasih Tamara Tyasmara
Demikian Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Kamis (8/9/2022).
“Saya bayangkan bahwa Polri punya kepentingan untuk terus-menerus meyakinkan masyarakat, bahwa kasus ini diungkap secara objektif secara terang benderang termasuk sekali lagi menggunakan piranti yang scientific,” kata Reza Indragiri Amriel.
“Termasuk penggunaan lie detector, yang sayang beribu sayang, akhirnya memunculkan kesan teatrikal namun tidak sungguh-sungguh produktif untuk pengungkapan kasus itu sendiri.”
Baca Juga:
Masuk Akpol, Pakar Sarankan Anak Ferdy Sambo Bayar Jasa Kak Seto
Reza menuturkan lie detector tidak lebih tidak adalah pseudoscientific atau ilmu pengetahuan yang ilmiah namun semu.
Oleh karena itu, Reza menyampaikan jika harus menilai apakah lie detector scientific dalam penanganan kasus Brigadir J, maka jawabannya tidak.
“Pseudoscientific itu istilah yang abu-abu, ya kalau lah harus dipaksakan memilih antara scientific atau tidak scientific, saya pilih ini sebagai alat yang tidak scientific,” ujar Reza.
Bagi Reza, masalah ini paling mendasar terletak pada nama lie detektor yang diterjemahkan alat pendeteksi kebohongan.
“Mari kita samakan persepsi, apa itu kebohongan, kebohongan adalah hasil perbandingan antara pernyataan dan kenyataan, kalau pernyataan sesuai dengan kenyataan, maka kita anggap yang bersangkutan berkata jujur atau tidak berbohong,” ucap Reza.
“Sebaliknya, apabila ada kesenjangan antara pernyataan dan kenyataan maka kita pastikan itu adalah dusta alias kebohongan, ini letak masalahnya. Bahwa alat itu, instrumen itu, beserta operatornya tidak tahu sama sekali tentang kenyataan atau fakta nya seperti apa.”
Penyidik, kata Reza, melibatkan tim lie detector, itu menandakan mereka membutuhkan topangan data, topangan informasi.
Sebab pada dasarnya, penyidik tidak begitu tahu tentang kenyataan atau fakta di lapangan seperti apa.
“Sederhana saja, kalau penyidik saja belum sungguh-sungguh yakin tentang kenyataan atau fakta peristiwa yang seperti apa, lantas apa pula yang kita harapkan dari lie detektor dan operator itu,” kata Reza.
“Apakah kita anggap mereka lebih tahu daripada penyidik sendiri, dari fakta atau kenyataan peristiwa pidana dimaksud.” [qnt]