Arif mengungkapkan, dalam konteks pembangunan industri dirgantara, Brasil kurang diperhitungkan pada tahun 1980-an.
Sementara Indonesia sudah mulai dengan Nurtanio dan lalu berubah menjadi IPTN, dan kini menjadi PT Dirgantara Indonesia.
Baca Juga:
Menyelaraskan kebijakan Institusi Negara dengan Visi-Misi Presiden
Dalam penguasaan teknologi, Indonesia jauh lebih unggul dari Brasil di tahun 1990-an.
“Namun, kini kita bisa saksikan betapa dominannya pesawat Embraer produksi Brasil untuk penerbangan domestik di Amerika Serikat. Kita tidak kalah teknologi, tapi kita kalah strategi, termasuk dalam membangun kesinambungan perencanaan untuk memperkuat Indonesia di industri dirgantara," ujar Prof Arif Satria.
Guru Besar Ekonomi Politik IPB sekaligus Ketua Dewan Pakar dan Ketua Harian Brain Society Center (BS Center), Didin S Damanhuri, melihat keberadaan PPHN merupakan kemajuan dibandingkan dengan berdasakan RPJMN yang hanya berbasis kepada visi presiden terpilih.
Baca Juga:
Waketum KADIN Indonesia Bamsoet Dorong Optimalisasi APBN Untuk Program Peningkatan Daya Beli dan Ciptakan Lapangan Kerja
Hal ini sekaligus menjadi advokasi substansial tentang butuhnya haluan jangka panjang pembangunan sebagai konsekuensi dari Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 ayat (1) yang berbunyi: Perekonomian “disusun”.
Jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas.
Menurutnya, sudah saatnya Indonesia memilih mazhab pemikiran ekonomi berbasis konstitusi.